Berkat Dedikasi Hendry Lie Bersaudara Yang Tak Ternilai,Didalam Maupun Diluar Negeri Pangkalpinang/Babel Akan Selalu Terbang
Oleh.Sudarsono,KBO Babel
DETIKBABEL.COM,PANGKALPINANG – Sriwijaya Air Didirikan pada tahun 2003 oleh Chandra Lie, Hendry Lie, Andi Halim, dan Fandy Lingga, yang menamakannya sesuai dengan sejarah kerajaan Sriwijaya . Pada tanggal 28 April 2003, maskapai ini memperoleh izin usahanya, sedangkan AOC (Sertifikat Operator Udara) diterbitkan pada akhir tahun itu pada tanggal 28 Oktober.Maskapai ini mulai beroperasi pada 10 November 2003 dengan penerbangan perdana antara Jakarta dan Pangkal Pinang, dioperasikan oleh satu Boeing 737-200. Disusul penerbangan Jakarta – Pontianak sertaJakarta–Palembang. Setelah tahun pertama, pertumbuhan maskapai ini memungkinkannya mengakuisisi empat Boeing 737-200 lagi.Senin(26/05/2024)
Nama Sriwijaya memang dipilih oleh pendiri Sriwijaya Air , Chandra Lie dan Hendry Lie, agar maskapai itu dapat mengekor kebesaran kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara itu. Kunjungi itu dicantumkan di situs maskapai itu.
Lie bersaudara memang bukan dari Palembang, tapi asal Pangkal Pinang , Pulau Bangka. Namun, pada masa lampau, Pulau Bangka adalah wilayah Sriwijaya. Berlatar belakang pebisnis garmen, Chandra Lie mengawali bisnis penerbangannya dengan hanya berbekal satu unit Boeing 737-200. Pesawat itu melayani rute Jakarta menuju Pangkalpinang, kampung halamannya, pulang-pergi.
Pada tahun 2007, Sriwijaya Air menerima Penghargaan Internasional Boeing untuk Keselamatan dan Perawatan Pesawat, yang diberikan setelah lolos inspeksi pabrikan yang dilakukan selama beberapa bulan. Pada tanggal 18 Desember 2008, maskapai ini memulai operasi internasional pertamanya dengan melayani rute antara Jakarta dan Singapura.Pada tahun 2010, maskapai ini mengoperasikan 27 pesawat dan telah melayani 7,18 juta penumpang dan menguasai 11,8% pangsa pasar penerbangan domestik Indonesia.
Pada tanggal 20 Juni 2011 di Paris Air Show 2011 , Sriwijaya Air setuju untuk membeli 20 jet Embraer 190 , dengan hak beli 10 unit lagi. Namun, pesanan ini berjangka pendek pada tahun 2012, dengan alasan negosiasi harga yang tertunda dan pertimbangan untuk menjaga kesamaan armada dengan pesawat Boeing.
Rencana perluasan armada maskapai ini diikuti dengan pengumuman untuk mengakuisisi 12 Boeing 737-500 bekas dari Continental Airlines pada 11 November 2011 dalam perjanjian sewa senilai $84 juta. Pesawat ini ditujukan untuk menggantikan armada Boeing 737-200 milik maskapai yang sudah tua, dengan pengiriman dilakukan antara bulan April dan Desember 2011.
Pada tahun 2012, maskapai ini memperkenalkan pesawat pertama dari enam pesawat Boeing 737-800 dalam upaya perluasan untuk menerbangi rute ke Tiongkok. Pada tanggal 5 Mei 2012, Sriwijaya Air meluncurkan layanan Kelas Bisnis dalam upaya untuk menjadi lebih kelas atas, dengan konfigurasi ulang armadanya untuk menampilkan kabin baru.ada bulan Februari 2013, maskapai ini mengumumkan rencananya untuk memasuki pasar layanan penuh dengan anak perusahaannya, NAM Air .
Pada bulan Agustus 2013, maskapai ini menyelesaikan garansi armada Boeing 737-200 secara bertahap, dengan rencana untuk mengganti seluruh armada Boeing 737 Classic dengan 10 pesawat Boeing 737 Next Generation yang telah dipesan. Anak perusahaannya, NAM Air mulai beroperasi pada 11 Desember 2013 dan digunakan kembali sebagai maskapai pengumpan untuk layanan jalur utama Sriwijaya.
Kemudian, melayani rute Jakarta-Palembang, Jakarta-Jambi, dan Jakarta-Pontianak. Pada akhir tahun 2004, Sriwijaya Air yang mulai mendapat angin, mendatangkan lagi empat unit Boeing 737-200.
Sriwijaya Air, yang berdasarkan akta yang mendirikan empat orang, yakni Chandra Lie, Hendry Lie, Johannes Bunjamin, dan Andy Halim, kemudian mulai diakui sebagai orang. Sebagian orang lainnya juga mulai mencari tahu tentang Chandra Lie, yang tidak terlalu dikenal di dunia penerbangan.
De regulasi industri penerbangan. Hal ini tidak lepas dari UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara.
Deregulasi penerbangan itu memungkinkan siapa pun bisa mendirikan maskapai penerbangan hanya dengan dua atau bahkan satu unit pesawat. Penambahan pesawat dan juga rute dilakukan seiring pendapatan yang terus bertambah. Sebelum Sriwijaya Air mengangkasa, telah ada Lion Air (1999), Indonesia Airasia (1999), dan Citilink Indonesia (2001). Ketika Sriwijaya Air mengudara pada tahun 2003, juga mengudara armada Wings Abadi Airlines (2003) dan XpressAir (2003).
Kehadiran Sriwijaya Air langsung mendisrupsi perilaku bertransportasi warga Bangka untuk keluar masuk pulau. Hanya dalam enam bulan, kapal cepat Pangkal Pinang-Jakarta berhenti beroperasi. Tidak mampu bersaing.
Betapa tidak, Sriwijaya Air pada akhir tahun 2003 menjual tiket Jakarta-Pangkal Pinang seharga Rp 175.000 untuk penerbangan selama 1 jam 15 menit. Sementara tarif kapal cepat Rp 155.000-Rp 165.000 untuk 10 jam pelayaran. Warga Bangka jelas memilih terbang untuk mencapai Jakarta.
Kinerja maskapai ibarat burung yang ingin terbang, tapi kakinya selalu ditarik kembali oleh kabar-kabar kurang baik,terlepas dari permasalahan apa pun yang sedang terjadi kita sebagai pangkalpinang khususnya Bangka Belitung patut berterima kasih kepada Hendry Lie bersaudara telah membawa dan memperkenalkan dan mengharumkan nama Bangka Belitung -Pangkalpinang didalam Negeri maupun Luar Negeri,Jangan karena suatu masalah tapi melupakan dedikasi yang tak ternilai yang telah diperbuat Hendri Lie bersaudara. (Penulis : Sudarsono )
Comment