JAKARTA Detikbabel.com – Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengungkapkan isu yang memprihatinkan mengenai tenaga honorer di lingkungan pemerintah daerah (Pemda) dalam acara Penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Dalam pidatonya yang disampaikan di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tito menyoroti penggunaan anggaran Pemda yang signifikan untuk belanja pegawai, terutama tenaga honorer.
Menurut Tito, masalah utama terletak pada dominasi tenaga honorer yang memiliki latar belakang sebagai tim sukses (timses) atau anggota keluarga kepala daerah. Ia menegaskan bahwa tenaga honorer ini seringkali tidak memiliki peran yang jelas dan produktif. Dalam situasi perubahan kepemimpinan daerah akibat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), jumlah tenaga honorer semakin bertambah seiring dengan pergantian pejabat, yang kemudian membawa orang-orang baru dengan latar belakang timses atau keluarga sendiri.
Tito Karnavian mencontohkan bahwa mereka seringkali hanya memenuhi jam kerja formal dengan tugas yang kurang jelas. Ketika Pilkada berlangsung, tenaga honorer ini biasanya kembali ke daerah asal mereka dan terus menumpuk, tanpa memberikan manfaat yang signifikan kepada pemerintah daerah.
Dalam konteks pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang berlangsung secara periodik, jumlah tenaga honorer ini cenderung meningkat saat kepala daerah diganti. Mereka membawa serta orang-orang baru yang memiliki latar belakang yang sama, seperti timses atau keluarga sendiri. Akibatnya, banyak tenaga honorer di Pemda yang sebenarnya tidak memiliki keahlian khusus untuk tugas administratif yang mereka emban.
Tito Karnavian menggarisbawahi bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan keberadaan tenaga honorer yang memiliki keahlian spesifik, seperti tenaga kesehatan, perawat, dan guru. Namun, ia mendesak agar perlu dilakukan evaluasi terhadap pegawai honorer bagian administrasi yang sering kali tidak memiliki kualifikasi yang sesuai.
“Dikasih kerjaan, jam 8 masuk, tidak punya keahlian, jam 10 sudah ngopi-ngopi, sudah hilang,” tutur Tito. “Ganti pilkada, ketemu pejabat baru, tim suksesnya masuk lagi, terus numpuk jumlah tenaga honorer yang tidak punya keahlian khusus,” tambahnya.
Salah satu aspek yang menjadi perhatian utama adalah dampak finansial dari situasi ini. Tito mencatat bahwa banyak daerah di Indonesia bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat karena memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif kecil, biasanya hanya sekitar 2 hingga 3 persen dari total anggaran daerah.
Kendati Tito memahami pentingnya tenaga honorer khusus seperti guru, perawat, dan tenaga kesehatan, ia khawatir bahwa masalah utama terletak pada tenaga honorer bagian administrasi yang tidak memiliki keahlian khusus. Dalam banyak kasus, mereka dipekerjakan oleh kepala daerah sebagai bagian dari modus untuk memperbesar anggaran belanja pegawai.
Tito memberikan contoh bahwa beberapa daerah menganggarkan hingga 67 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk belanja operasional, yang sebagian besar digunakan untuk membayar gaji, tunjangan, dan keperluan pegawai. Anggaran ini sangat besar, mengingat sekitar 90 persen pendapatan Pemda bersumber dari pemerintah pusat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbatas, hanya sekitar 2 hingga 3 persen.
Dalam pandangan Mendagri, masalah ini sangat mendasar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan di daerah. Ia menekankan bahwa belanja modal yang seharusnya digunakan untuk proyek pembangunan seperti pembangunan infrastruktur, jalan, dan fasilitas publik lainnya hanya mencapai sekitar 15-20 persen dari anggaran, sementara sebagian besar anggaran terkuras oleh belanja pegawai yang tidak memberikan dampak nyata kepada masyarakat.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Tito Karnavian mendesak APIP untuk lebih mendalam dalam memantau perencanaan dan penganggaran di instansi pemerintah tempat mereka bertugas. Menurutnya, APIP memiliki peran strategis dalam mencegah terjadinya tindak pidana dan penyimpangan di pemerintahan daerah. Selain mengaudit aspek-aspek hukum, APIP juga diharapkan bisa memantau mutasi pejabat, perilaku anggota, serta efisiensi penggunaan anggaran.
Mendagri menekankan pentingnya memperkuat peran APIP sebagai bagian dari upaya pencegahan terjadinya penyimpangan dalam pemerintahan daerah. Ia berharap bahwa dengan memperkuat sistem pengawasan ini, masalah seperti penggunaan anggaran untuk tenaga honorer yang tidak produktif dapat diatasi dengan lebih efektif. (Publish: Dwi Frasetio KBO Babel)
Comment