Oknum TNI Diduga Aniaya Tokoh Muhammadiyah, Rektor Unmuh Babel Desak Penegakan Hukum

Advertisements
Advertisements

Caption : Fadillah Sabri, Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung (Unmuh Babe

DETIKBABEL.COM, PANGKALPINANG – Dunia pendidikan dan keagamaan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dikejutkan oleh insiden dugaan penganiayaan terhadap Drs. Hasan Rumata, Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) sekaligus Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kejadian tersebut, yang diduga dilakukan oleh seorang oknum TNI berpangkat Letnan Satu, memicu gelombang keprihatinan dan desakan penegakan hukum dari berbagai kalangan.

Salah satu suara lantang datang dari Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung (Unmuh Babel), Ir. Fadillah Sabri, S.T., M.Eng., IPM., yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PWM Babel. Ia menyatakan bahwa tindakan kekerasan ini bukan hanya mencederai pribadi korban, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukum.

> “Kami sangat menyesali kejadian ini. Apalagi, pelakunya disebut-sebut adalah oknum TNI aktif. Seharusnya mereka menjadi teladan dalam menegakkan hukum, bukan malah bertindak sewenang-wenang,” tegas Fadillah, Sabtu (2/8/2025).

Berdasarkan informasi yang beredar, insiden bermula dari kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada Jumat malam, 1 Agustus 2025, di Kota Pangkalpinang. Alih-alih diselesaikan secara bijak, situasi justru berujung pada dugaan penganiayaan terhadap Hasan Rumata. Kejadian ini mengejutkan publik, mengingat Hasan adalah sosok yang dihormati di lingkungan keagamaan dan masyarakat sipil.

Fadillah menyampaikan bahwa pihaknya langsung berkomunikasi dengan **Komandan Polisi Militer (Danpom)** untuk meminta klarifikasi. Dari hasil komunikasi itu, diketahui bahwa nama terduga pelaku memang tercatat sebagai personel TNI aktif dengan pangkat Letnan Satu.

> “Jika hal ini benar, maka ini adalah preseden buruk bagi penegakan hukum. Kami meminta agar proses hukum dilakukan secara profesional, terbuka, dan tanpa ada intervensi,” kata Fadillah.

Ia menambahkan, Muhammadiyah sebagai organisasi besar yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan hukum, tetap berkomitmen menjaga situasi sosial-politik tetap kondusif. Namun, Fadillah menegaskan bahwa komitmen terhadap ketenangan bukan berarti membiarkan ketidakadilan terjadi.

> “Kami tidak ingin suasana menjadi gaduh, apalagi menjelang pilkada ulang di Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka. Tapi, bila aparat bersalah, maka hukum harus ditegakkan secara tegas dan adil. Ini penting untuk mengembalikan kepercayaan publik,” ujarnya.

Dugaan penganiayaan ini mendapat atensi khusus karena menyangkut integritas institusi negara. Sebab, tindakan brutal oleh oknum berseragam tak hanya menimbulkan trauma fisik dan psikis bagi korban, tapi juga menciptakan rasa takut dan ketidaknyamanan di tengah masyarakat.

Fadillah menilai, langkah awal yang diambil Danpom sudah berada di jalur yang benar, yakni menindaklanjuti laporan dan melakukan pendalaman. Namun, ia mengingatkan bahwa publik juga menuntut hasil yang transparan dan akuntabel.

> “Kami tidak ingin kasus ini berhenti di tengah jalan. Apalagi kalau sampai ada upaya menutupi atau menyederhanakan. Penanganan seperti itu hanya akan memperburuk citra institusi,” tegasnya.

Insiden ini juga menjadi pengingat pentingnya etika dan profesionalitas aparat dalam menjalankan tugas. Apapun latar belakangnya, tidak ada pembenaran atas tindakan kekerasan terhadap warga sipil, terlebih yang memiliki posisi penting dalam organisasi keagamaan.

Selain desakan hukum, Fadillah juga menyerukan agar seluruh warga Muhammadiyah dan masyarakat umum tetap tenang dan tidak terpancing emosi.

> “Mari kita percayakan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Muhammadiyah akan terus memantau dan mendukung penegakan hukum yang berkeadilan,” pungkasnya.

Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak TNI mengenai status hukum terduga pelaku. Namun, masyarakat kini menantikan langkah tegas dari institusi militer untuk membuktikan bahwa mereka tidak mentolerir tindakan semena-mena oleh oknum di tubuh mereka.

Kasus ini diharapkan menjadi momen refleksi, tidak hanya bagi aparat hukum, tetapi juga seluruh elemen bangsa untuk menegaskan bahwa supremasi hukum adalah pijakan utama dalam kehidupan bernegara. Siapa pun pelakunya, hukum harus tetap ditegakkan. (KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed