Detikbabel.com, Bangka Tengah – Menyusul pemberitaan di salah satu media daring Koppinews.com edisi 11 September 2025, Ketua Asosiasi Perumahan Bangka Belitung, Gunawan Tjen, menyebut kebijakan perizinan pembangunan perumahan oleh Dinas Perkim Kabupaten Bangka Tengah menyulitkan pengembang dalam mendorong kawasan permukiman baru. Isu tersebut menuai sorotan, karena dianggap menghambat iklim investasi. Sabtu (13/9/2025).
Namun saat dikonfirmasi awak media, Kepala Dinas Perkimhub Bangka Tengah, Fani Hendra Saputra, S.Si.T,,M.H., memberikan klarifikasi tegas. Ia menyatakan bahwa regulasi perizinan yang diterapkan justru tidak bertujuan membatasi gerak pengembang, melainkan untuk menjamin keteraturan pembangunan, melindungi kepentingan masyarakat, dan memastikan kesesuaian dengan aturan hukum yang berlaku.
Menurut Fani, landasan hukum yang digunakan Pemkab Bangka Tengah sangat jelas. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 mengenai Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih berlaku dan menjadi rujukan utama. Pada Pasal 2 ayat 1, dijelaskan bahwa pembangunan perumahan MBR dilaksanakan di atas lahan minimal 0,5 hektare dan maksimal 5 hektare, dalam satu lokasi yang diperuntukkan khusus bagi rumah tapak. Ketentuan ini menjadi salah satu instrumen pengendalian dalam penerbitan persetujuan site plan.
Lebih lanjut, Fani menyebut PP Nomor 12 Tahun 2021 yang merupakan perubahan dari PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Regulasi ini mengatur secara menyeluruh mulai dari perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, hingga pengendalian kawasan permukiman. Tak hanya itu, PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 mengenai Bangunan Gedung juga menegaskan kewajiban pemenuhan persyaratan administratif dan teknis, termasuk kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) serta tata bangunan dan lingkungan.
Selain itu, PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang memperkuat prinsip bahwa perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang harus berjalan secara terpadu. Dalam konteks itu, kewenangan daerah menetapkan persyaratan teknis menjadi bagian penting untuk menjaga keteraturan pembangunan, keamanan masyarakat, serta kelestarian lingkungan.
“Ketentuan teknis yang diterapkan Pemkab Bangka Tengah bukanlah penghalang, melainkan bentuk pengendalian tata ruang agar pembangunan perumahan sesuai peraturan dan tidak menimbulkan masalah baru. Kami tidak ingin lahir kawasan permukiman tanpa prasarana dasar seperti jalan lingkungan, drainase, sanitasi, dan ruang terbuka hijau,” ujar Fani.
Ia menjelaskan, syarat minimal 5.000 m² bukan dibuat untuk mempersulit pengembang, tetapi agar setiap proyek memiliki prasarana layak, akses jalan memadai, saluran drainase berfungsi, dan tersedianya ruang terbuka hijau. Hal ini sekaligus untuk menghindari lahirnya kawasan kumuh serta memastikan pengembang memiliki kapasitas finansial dan teknis.
Lebih jauh, Fani menegaskan kebijakan tersebut justru memberikan kepastian hukum bagi pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang pada Pasal 17 mewajibkan perumahan memenuhi standar teknis, kesehatan, dan keselamatan.
“Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah mendukung sepenuhnya program percepatan pembangunan rumah subsidi yang digagas pemerintah pusat. Namun, dukungan itu tetap harus dilaksanakan dengan memperhatikan kesesuaian regulasi, mulai dari PP Nomor 64 Tahun 2016, PP Nomor 12 Tahun 2021, PP Nomor 16 Tahun 2021, hingga PP Nomor 21 Tahun 2021, serta kondisi tata ruang daerah. Prinsipnya, kami mengawal pembangunan agar berkualitas, berkelanjutan, dan berpihak kepada masyarakat,” tutup Fani Hendra Saputra, S.Si.T.,M.H.
Sebagai catatan, dalam menjalankan fungsi pers, wartawan terikat dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang mewajibkan setiap pemberitaan harus melalui proses verifikasi, termasuk memberikan ruang konfirmasi dan hak jawab kepada pihak terkait. Tanpa klarifikasi, pemberitaan berpotensi menggiring opini yang keliru dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Dalam konteks ini, penting untuk dicermati bahwa kritik atau masukan dari asosiasi hendaknya disampaikan secara konstruktif dan proporsional, bukan sekadar melempar tudingan yang dapat menimbulkan kesan negatif. Pernyataan Ketua Asosiasi Perumahan, Gunawan Tjen, semestinya tidak hanya menyalahkan pihak pemerintah daerah, melainkan disertai itikad baik untuk berdialog, mencari solusi bersama, dan menghormati mekanisme hukum serta tata kelola yang berlaku.
Dengan demikian, klarifikasi yang disampaikan Disperkimhub Bangka Tengah menjadi bagian penting dari prinsip keberimbangan dalam pemberitaan, sekaligus mengingatkan publik bahwa setiap regulasi yang diterapkan pemerintah daerah bertujuan menjaga kualitas pembangunan perumahan dan melindungi kepentingan masyarakat luas. (Mung/*)