KBO-BABEL.COM (TOBOALI) – Polres Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, telah menerima laporan indikasi dugaan malapraktik yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangka Selatan. Laporan tersebut diajukan oleh keluarga korban, yang tengah berduka atas kehilangan anggota keluarganya. Kasus ini menimpa seorang nenek yang meninggal dunia pasca menjalani operasi di RSUD Bangka Selatan.
Kepala Kepolisian Resor Bangka Selatan, AKBP Toni Sarjaka, melalui Kasat Reskrim, AKP Tiyan Talingga, mengonfirmasi penerimaan laporan tersebut pada Selasa (19/9). Laporan tersebut diajukan oleh Nadia (39), anak dari korban, yang merasa perlu mencari keadilan atas dugaan malapraktik yang menimpa ibunya.
“Kami telah menerima laporan dan akan segera menindaklanjuti,” ujar AKP Tiyan Talingga saat diwawancara oleh Bangkapos.com pada Rabu (20/9/2023).
Kasat Reskrim mengungkapkan bahwa setelah menerima laporan dari keluarga korban, pihak kepolisian akan segera mengambil langkah-langkah selanjutnya. Salah satu langkah yang akan diambil adalah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak terkait, termasuk manajemen RSUD Bangka Selatan serta dokter yang menangani operasi pasien tersebut.
“Kami akan segera melakukan pemanggilan terhadap pihak yang terlibat dalam dugaan malapraktik ini. Namun, untuk pemanggilan pihak rumah sakit, itu belum kami lakukan. Akan tetapi, dalam waktu dekat, pemanggilan tersebut akan kami laksanakan,” jelas AKP Tiyan Talingga.
Sebelumnya, berita mengenai seorang nenek di Kabupaten Bangka Selatan yang meninggal dunia setelah dua hari menjalani operasi benjolan di bagian punggungnya telah mencuat. Nenek tersebut bernama Solha (66) dan berasal dari Jalan Damai, Toboali. Ia meninggal dunia dengan dugaan menjadi korban malapraktik di RSUD Bangka Selatan.
Nadia, anak korban, mengisahkan bahwa awal mula dugaan malapraktik ini bermula ketika ia mengantarkan ibunya ke RSUD Bangka Selatan pada Rabu (13/9). Keduanya datang ke rumah sakit untuk mengobati benjolan yang ada di punggung sang nenek. Setelah pemeriksaan, pihak rumah sakit menyarankan agar sang nenek menjalani operasi.
“Pihak RSUD Bangka Selatan menyarankan untuk melakukan operasi terhadap pasien. Akhirnya setuju, lalu tanggal 14 September menjalani operasi,” kata Nadia.
Operasi awalnya berjalan lancar dan memakan waktu sekitar dua setengah jam, dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir pada pukul 11.30 WIB. Namun, setelah operasi, Solha tidak kunjung sadar. Keadaannya semakin kritis, dan ia akhirnya dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Pada hari Sabtu (16/9), Solha dinyatakan meninggal dunia.
Nadia menjelaskan bahwa sebelum operasi, ia sempat bertanya kepada beberapa perawat di RSUD Bangka Selatan. Berdasarkan keterangan yang ia terima, dokter anestesi yang seharusnya menangani pembiusan pasien tidak ada di lokasi saat itu. Padahal, dokter anestesi bertanggung jawab atas proses pembiusan sebelum operasi atau prosedur medis lainnya. Dugaannya adalah bahwa saat operasi dilakukan, pembiusan dilakukan oleh dokter bedah tanpa pendampingan dokter anestesi.
Nadia mencari keadilan dengan melaporkan dugaan malapraktik ini ke Polres Bangka Selatan. Ia ingin memastikan bahwa kejadian serupa tidak akan menimpa pasien lainnya, seperti yang dialami ibunya.
Namun, pihak manajemen RSUD Bangka Selatan membantah semua tuduhan yang dilontarkan oleh keluarga. Plt Direktur RSUD, dr. Rudi Hartono, menyatakan bahwa semua tindakan medis telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Ini termasuk prosedur penanganan pasien sebelum menjalani operasi.
“Sebelum pasien tersebut dioperasi, semua SOP sudah kita lalui,” tegas dr. Rudi Hartono.
Menurut dr. Rudi, sebelum menjalani operasi, pasien telah ditangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP). Hasil biopsi menunjukkan bahwa pasien menderita tumor dan perlu menjalani operasi. Keluarga pasien telah diberitahu tentang hasil biopsi dan diminta persetujuan medis untuk operasi. Pihak rumah sakit telah menjelaskan segala risiko yang mungkin terjadi selama operasi kepada keluarga pasien, meskipun kondisi pasien awalnya sehat.
Pihak rumah sakit juga membantah bahwa dokter anestesi tidak ada di lokasi saat operasi. Dr. Rudi menjelaskan bahwa meskipun dokter anestesi tidak berada di ruang operasi, ia tetap dapat memberikan instruksi kepada penata anestesi melalui telepon atau Telemedicine.
Seluruh proses medis, termasuk operasi, selalu memiliki risiko tertentu. Dr. Rudi menjelaskan bahwa satu dari 5.000 orang yang menjalani prosedur bius dapat mengalami ketidak sadaran. Pihak rumah sakit juga menyatakan bahwa pasien tetap mendapatkan perawatan sesuai SOP setelah operasi, dan resume medis telah disampaikan kepada keluarga pasien.
Dalam menghadapi tuduhan ini, RSUD Bangka Selatan siap memberikan keterangan sesuai fakta di lapangan dan SOP yang telah mereka terapkan. Kasus ini menjadi perhatian publik dan menunjukkan pentingnya prosedur medis yang transparan dan terjamin untuk menjaga keselamatan pasien.
( Sumber : Bangka Pos, Editor : KBO Babel)
Comment