KETERSEDIAAN minyak goreng sampai saat ini terbilang relatif mudah dicari meski sebagian daerah saat ini pun masih ada yang merasakan sulitnya mendapatkan minyak goreng guna memenuhi keperluan memasak sehari-hari. Ironisnya stok minyak goreng kini pun melimpah di supermarket dan minimarket setelah pemerintah resmi mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan per 16 Maret 2022.
Akan tetapi ketersediaan minyak goreng tersebut dibarengi dengan harga yang melonjak. Bahkan sebelum adanya kebijakan terbaru pemerintah, minyak goreng masih terjadi di banyak tempat sehingga banyak warga harus antre untuk membeli, walau pemerintah sudah mengeluarkan beberapa aturan untuk menstabilkan harga dan pasokan sejak Januari lalu.
Sebelum dicabut, harga eceran tertinggi minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000/liter. Akibat kondisi ini pun pihak pemerintah mengambil lain yakni dengan menetapkan kebijakan revisi Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng menyusul adanya kelangkaan yang terjadi belakangan ini.
Dengan demikian, HET minyak goreng dipastikan naik. HET minyak goreng yang sudah berlaku sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Regulasi tersebut terbit menyusul dengan adanya kenaikan harga minyak goreng sejak akhir tahun 2021. Kala itu harga minyak goreng kemasan bermerek sempat merangkak ke angka Rp 24.000 per liter. Berdasarkan aturan tersebut, berikut perincian harga minyak goreng yang diatur Pemerintah mulai 1 Februari 2022: Harga minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter. Harga minyak goreng kemasan yamg sederhana sebesar Rp 13.500 per liter.
Harga minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter. HET minyak goreng yang berlaku mulai 1 Februari 2022 memang sempat membuat harga minyak goreng di pasaran tersebut meturun. Hanya saja, ketika harga minyak goreng di pasaran sudah turun, keberadaan barang tersebut justru secara ‘misterius’ lenyap.
Minyak goreng pun seharga Rp 11.500 hingga Rp 14.000 per liter di toko ritel, supermarket, pasar tradisional menjadi langka dan selalu cepat habis jika sewaktu-waktu ada pasokan datang. Kini, untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng yang terjadi, Pemerintah mencabut ketentuan mengenai HET yang sebelumnya berlaku.
Hal ini dipastikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo Selasa (15/03/2022) sore, di Istana Merdeka, Jakarta. Berkaitan dengan persoalan minyak goreng ini, pemerintah sempat berjanji dan memastikan kembali agar masyarakat dapat memperoleh harga minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau Rp 14.000 perliter.
Namun dilansir dari berita yang ada bahwa lonjakan harga minyak goreng membuat pemerintah turun tangan menyediakan minyak goreng dengan harga khusus untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri mikro dan industri kecil. Meskipun konsekuensinya ada selisih harga minyak goreng yang harus ditutup.
Sejak ditemukannya penimbunan di Deli Serdang dalam jumlah besar menunjukkan indikasi nyata bahwa kebijakan pemerintah atas DMO minyak goreng diabaikan korporasi demi keuntungan sendiri dan mengorbankan masyarakat banyak. Maka persoalan mahal, terbatasnya stock dan langkanya minyak goreng ditengah pasaran ini bukan hanya salah pengelolaan atau kesalahan dalam pendistribusiannya tetapi akar masalahnya dikarenakan sistem sekuler – kapitalisme yang menjadi pondasi bagi pengaturan sistem ekonomi.
Persoalan penimbunan minyak juga dapat dikatakan terjadi akibat diterapkannya sistem ekonomi Kapitalis. Sebab dalam sistem ekonomi Kapitalisme pendistribusian kebutuhan pokok dikendalikan oleh korporasi. Negara tidak lagi berfungsi sebagai periayah atau pengatur urusan rakyat yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok mereka. Sebaliknya, negara hanyalah sebagai regulator yang kebijakannya malah memuluskan urusan dan kepentingan para pemilik modal.
Untuk sekarang ini pasokan minyak sudah tidak sulit untuk ditemukan, tetapi harga minyak goreng menjadi dua kali lipat melambung tinggi dari harga sebelumnya, awal dengan harga 14.000 per liter menjadi sekitar harga 25.000 sampai 30.000 per liternya.
Meskipun dengan minyak goreng yang harganya melambung tinggi tetapi masyarakat tetap membelinya karena itu termasuk kebutuhan pokok utama bagi masyarakat terutama bagi para penjual yang banyak menggunakan minyak goreng.
Oleh karena itu masyarakat pun diingatkan mengenai hukuman dan sanksinya bagi yang melakukan penimbunan minyak goreng tersebut. Bahwa dengan menjadi pelaku penimbunan minyak goreng akan dijerat pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan hukuman penjara 5 tahun atau denda Rp 50 miliar.
Tak itu saja, menurut penulis dalam kasus kelangkaan minyak goreng ini tentunya peran aktif pemerintah pun sangat diperlukan khususnya intansi terkait dalam upaya melakukan pengawasan terhadap para pelaku bisnis sehingga produk minyak goreng tidak hilang dari peredaran dan mudah didapat dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat.
Penulis : Karin Putri Prakasa, Fakultas Hukum/Universitas Bangka Belitung