DETIKBABEL.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktik pemerasan yang diduga dilakukan pimpinan Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan. Kepala Kejari HSU, *Albertinus P Napitupulu (APN)*, bersama *Kasi Intel Asis Budianto (ASB)* dan **Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Taruna Fariadi (TAR)** resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Total uang hasil pemerasan yang diduga diterima Albertinus mencapai **Rp 804 juta**, berasal dari sejumlah pejabat strategis di lingkungan Pemerintah Kabupaten HSU. Praktik ini berlangsung dalam rentang waktu **November hingga Desember 2025**, dengan modus ancaman penanganan laporan pengaduan masyarakat.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, **Asep Guntur Rahayu**, mengungkapkan bahwa Albertinus memanfaatkan jabatannya untuk menekan para kepala dinas. Mereka diancam bahwa laporan masyarakat yang masuk ke kejaksaan akan diproses secara hukum apabila tidak “menyelesaikan” persoalan tersebut.
“Penerimaan dilakukan melalui dua perantara, yakni Kasi Datun dan Kasi Intel,” kata Asep dalam keterangannya.
Melalui perantara **Taruna Fariadi**, Albertinus diduga menerima uang dari **RHM**, Kepala Dinas Pendidikan HSU, sebesar **Rp 270 juta**, serta dari **EVN**, Direktur RSUD HSU, senilai **Rp 235 juta**. Sementara melalui **Asis Budianto**, uang diterima dari **YND**, Kepala Dinas Kesehatan HSU, sebesar **Rp 149,3 juta**.
Tak berhenti di situ, KPK juga menemukan aliran dana lain yang diduga berkaitan dengan praktik serupa. Albertinus disebut menerima tambahan uang sebesar **Rp 450 juta** dari sejumlah pihak, termasuk **Kepala Dinas Pekerjaan Umum** dan **Sekretaris Dewan DPRD HSU**.
Sebagian besar dana tersebut, yakni **Rp 405 juta**, ditransfer ke rekening istri Albertinus. Sisanya, sebesar **Rp 45 juta**, diduga diterima dalam periode **Agustus hingga November 2025**.
Selain pemerasan, KPK juga menyoroti dugaan penyalahgunaan anggaran internal Kejari HSU. Albertinus diduga melakukan **pemotongan anggaran melalui bendahara**, yang kemudian digunakan untuk kepentingan operasional pribadi.
Dana tersebut bersumber dari pengajuan pencairan **Tambahan Uang Persediaan (TUP)** senilai **Rp 257 juta**, yang dilakukan tanpa dilengkapi **Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD)**, serta dari potongan anggaran sejumlah unit kerja atau seksi di lingkungan kejaksaan.
Dalam operasi penangkapan, KPK turut menyita barang bukti berupa **uang tunai Rp 318 juta** dari kediaman Albertinus. Penyidik kini terus menelusuri aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam perkara yang mencoreng institusi penegak hukum tersebut.
Kasus ini kembali menegaskan bahwa praktik penyalahgunaan kewenangan masih menjadi ancaman serius, bahkan di lembaga yang seharusnya berada di garis depan penegakan hukum. (KBO Babel)










