Kasus Korupsi Lahan Kotawaringin: Kerugian Negara Capai Rp18 Miliar dan USD 420 Ribu, Lima Orang Jadi Tersangka

 

 

PANGKALPINANG – Kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemanfaatan lahan seluas 1.500 hektare di Kotawaringin, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, memasuki babak baru. Tim Jaksa Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Bangka Belitung melimpahkan barang bukti (Tahap II) dan lima tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkalpinang, Rabu (20/11/2024).

Pelimpahan tersebut dilakukan sekitar pukul 12.00 WIB di kantor Kejati Babel. Kelima tersangka yang terjerat kasus ini adalah Ari Setioko, Direktur PT NKI; Marwan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Babel; Bambang Wijaya, Kasi Pengelolaan Hutan; Ricky Nawawi, Staf/Analis Dokumen Perizinan; dan Dicky Markam, Kabid Tata Kelola dan Pemanfaatan Kawasan Hutan pada DLHK Babel.

Skema Korupsi dan Dugaan Kerugian Negara

Asisten Intelijen Kejati Babel, Fadil, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa perkara ini melibatkan dugaan pemberian izin pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan produksi di Kotawaringin yang berlangsung sejak 2018 hingga 2024. Skema korupsi tersebut diduga melibatkan praktik jual beli lahan di kawasan hutan produksi tanpa izin resmi.

“Tindakan ini menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, khususnya bagi Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sebesar Rp18.197.012.580 dan USD 420.950,25,” ungkap Fadil.

Angka tersebut merupakan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Fadil menjelaskan, kerugian dalam rupiah berasal dari pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin dan penjualan ilegal lahan. Sementara kerugian dalam bentuk dolar AS disebabkan oleh ketidakpatuhan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Untuk dolar AS, itu hasil perhitungan BPKP terkait kewajiban pembayaran PNBP. Jadi, ada dua kategori penghitungan: pertama, kerugian dari pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin; kedua, kerugian dari ketidakpatuhan dalam membayar PNBP,” jelas Fadil saat dikonfirmasi Rabu malam.

Pasal yang Dikenakan dan Penahanan Tersangka

Kelima tersangka dijerat dengan pasal berat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara primair, mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun dakwaan subsidiar adalah pelanggaran Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama. Pasal-pasal tersebut mencakup penyalahgunaan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara.

Sebagai langkah lanjutan, para tersangka ditahan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pangkalpinang selama 20 hari, mulai dari 20 November hingga 9 Desember 2024.

Rincian Peran Para Tersangka

Berdasarkan penyelidikan, setiap tersangka memiliki peran strategis dalam skema korupsi ini:

1. Ari Setioko sebagai Direktur PT NKI diduga menjadi pelaksana utama dalam praktik jual beli lahan ilegal.

2. Marwan, Kepala DLHK Babel, diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk menerbitkan izin fiktif.

3. Bambang Wijaya, Kasi Pengelolaan Hutan, diduga membantu dalam manipulasi data kawasan hutan.

4. Ricky Nawawi, staf/analisis dokumen perizinan, diduga memalsukan dokumen terkait izin pemanfaatan lahan.

5. Dicky Markam, Kabid Tata Kelola dan Pemanfaatan Kawasan Hutan, diduga memfasilitasi dan mempermudah proses perizinan palsu.

 

Komitmen Kejati Babel

Kejati Babel menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini hingga ke pengadilan. “Kami akan memastikan bahwa proses hukum berjalan transparan dan akuntabel. Siapapun yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,” tegas Fadil.

Kejati Babel juga mengapresiasi dukungan BPKP dalam menghitung kerugian negara serta seluruh pihak yang membantu pengungkapan kasus ini. “Kerugian ini tidak hanya soal angka, tetapi dampak sistemik yang merugikan masyarakat dan lingkungan di Bangka Belitung,” tambahnya.

Harapan Publik

Kasus ini menjadi perhatian publik karena besarnya skala kerugian dan dugaan keterlibatan pejabat tinggi daerah. Masyarakat berharap pengusutan tidak hanya berhenti pada lima tersangka ini, tetapi juga menyasar pihak-pihak lain yang terlibat, baik di level pemerintahan maupun swasta.

Dengan dilimpahkannya berkas dan tersangka ke Kejari Pangkalpinang, proses hukum kini bergantung pada Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan dakwaan di pengadilan. Kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran penting bagi penegakan hukum di sektor kehutanan, sekaligus peringatan keras bagi oknum yang mencoba menyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi. (Sandy/KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *