Caption: AKBP Dr. I Gede Nyoman Bratasena, Kapolres Bangka Tengah
DETIKBABEL.COM, KOBA – Aktivitas tambang timah ilegal di kawasan Kolong Marbuk Kenari dan Pungguk, Kecamatan Koba, Bangka Tengah, makin brutal dan terang-terangan. Sejak lebih dari dua pekan terakhir, puluhan ponton isap produksi (PIP) bebas beroperasi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Kamis (3/7/2025).
Ironisnya, aparat kepolisian setempat justru tampak bungkam dan tidak menunjukkan sikap tegas atas aktivitas yang jelas-jelas melanggar hukum tersebut.
Respons dari Kapolres Bangka Tengah, AKBP Dr. I Gede Nyoman Bratasena, saat dikonfirmasi jejaring media KBO Babel pada Rabu (2/7/2025), justru menuai tanda tanya. Bukannya memberikan keterangan substantif, Kapolres malah melempar jawaban normatif agar media menghubungi Humas Polres.
> “Terima kasih ucapannya, Pak. Untuk informasi bagi media dapat melalui Kasi Humas Polres Bangka Tengah, Pak,” tulis Kapolres menanggapi pesan yang sebelumnya diawali dengan ucapan Selamat Hari Bhayangkara ke-79.
Redaksi Jejaring Media KBO Babel pun menindaklanjuti arahan tersebut dengan menghubungi IPTU Erwin Syahri selaku Kasi Humas Polres Bangka Tengah.
Namun, hingga berita ini dirilis, tidak ada satupun respons diberikan, baik secara lisan maupun tertulis.
Sikap diam dan saling lempar tanggung jawab dari institusi yang seharusnya berdiri di garis terdepan dalam penegakan hukum ini memicu kekecewaan publik.
Kuat dugaan, Polres Bangka Tengah tengah melakukan pembiaran dan sudah terkondisikan oleh mafia timah terhadap aktivitas tambang ilegal yang semakin menggila di wilayah konsesi negara.
Padahal, tindakan tersebut jelas melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang berbunyi:
> “Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Tak hanya pelaku tambang yang dapat dijerat, namun pihak yang lalai menjalankan kewajibannya dalam pengawasan dan penertiban pun berpotensi dikenakan sanksi etik atau bahkan hukum.
Sebagai pemegang IUP resmi, PT Timah Tbk juga tidak bisa lepas tangan. Jika wilayah konsesinya dibiarkan menjadi ladang tambang ilegal tanpa tindakan pengamanan, maka perusahaan pelat merah itu dinilai gagal menjaga aset negara dan bisa digugat secara perdata maupun pidana.
Publik menaruh harapan agar Polda Kepulauan Bangka Belitung segera mengambil alih penanganan kasus ini jika memang Polres Bangka Tengah tak mampu bertindak. Diamnya aparat dalam menghadapi pelanggaran hukum hanya akan memperkuat persepsi bahwa tambang ilegal ini dilindungi oleh kekuatan tertentu.
Pertanyaan pun bermunculan: apakah Polres kehilangan taring? Apakah ada tekanan politik atau ekonomi yang membuat penegakan hukum tak berjalan sebagaimana mestinya? Atau memang ada pembiaran yang disengaja atau memang sudah dikondisikan oleh mafia timah?
Ketika hukum tidak ditegakkan, yang terjadi bukan hanya kerusakan lingkungan dan kerugian negara, tetapi juga matinya wibawa negara di hadapan mafia tambang.
Momentum Hari Bhayangkara ke-79 seharusnya menjadi titik balik bagi Polri untuk membuktikan bahwa mereka masih setia pada sumpahnya: melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum secara profesional dan berkeadilan.
Jika ketidakberdayaan aparat ini dibiarkan terus terjadi, maka kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan semakin tergerus.
Redaksi jejaring media KBO Babel terus membuka ruang hak jawab kepada pihak-pihak terkait dan akan mengawal isu ini hingga tuntas demi mendorong supremasi hukum yang berkeadilan. (M.Zen/KBO Babel)