Jerit Nelayan Bangka Barat: Tambang Ilegal Beroperasi, Negara ke Mana?

Advertisements
Advertisements

DETIKBABEL.COM, Bangka Barat – Aktivitas tambang ilegal kembali mencederai ketenangan hidup nelayan tradisional di Bangka Barat. Kali ini, titik panasnya berada di perairan **Teluk Inggris**, kawasan tangkapan utama nelayan dari **Desa Tanjung Ular dan Kampung Masam**. Puluhan ponton isap produksi (PIP) yang beroperasi secara terorganisir di malam hari diduga kuat menjadi penyebab rusaknya alat tangkap nelayan, sekaligus menghancurkan ekosistem laut di wilayah tersebut. Senin (4/8/2025).

Keluhan ini tidak lagi disampaikan diam-diam. Melalui sejumlah rekaman suara dan video yang beredar luas di grup WhatsApp komunitas nelayan, mereka menumpahkan amarah dan kesedihan.

Dalam salah satu rekaman, terdengar jelas suara nelayan yang mencaci aktivitas penambangan yang dilakukan mulai tengah malam hingga dini hari.

Mereka masuk pas kita tidur. Jaring kami habis semua dipotong ponton. Solar habis, tenaga habis, hasil tak ada. Mau makan apa anak istri kami?” ujar seorang nelayan dengan suara bergetar.

Kerugian yang dialami para nelayan diperkirakan mencapai jutaan rupiah. Tidak hanya jaring pukat yang rusak, tetapi ikan-ikan yang sempat terperangkap juga terlepas.

Hal ini memukul keras ekonomi rumah tangga nelayan yang menggantungkan hidup sepenuhnya dari hasil tangkapan harian.

 

Aparat Diduga Lamban, Nelayan Desak Penegakan Hukum

Situasi ini telah memantik kemarahan Persatuan Nelayan Mentok, organisasi yang menaungi para nelayan tradisional di wilayah tersebut.

Melalui ketuanya, organisasi ini menyatakan siap mengirimkan surat terbuka kepada Kapolres Bangka Barat agar segera turun tangan.

Sudah berkali-kali kami mengadu. Ini bukan pertama kali. Aparat jangan diam! Kalau dibiarkan, ini bisa memicu konflik horizontal di laut. Kami nelayan bisa bentrok dengan penambang ilegal. Jangan tunggu korban dulu!” tegas Ketua Persatuan Nelayan Mentok.

Nelayan juga menyayangkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait, terutama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) serta aparat pengawasan laut.

Padahal, aktivitas penambangan ini tidak sulit dideteksi karena beroperasi dalam jumlah besar, dengan pencahayaan terang dan kebisingan khas mesin sedot PIP.

 

Pelanggaran Serius Terhadap Undang-undang

Praktik penambangan ilegal di laut tidak hanya merugikan secara sosial dan ekonomi, tetapi juga merupakan pelanggaran nyata terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan.

1. **UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup**, terutama Pasal 98 dan 99, menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda. Dalam kasus Teluk Inggris, aktivitas PIP secara terang-terangan merusak habitat laut, merusak alat tangkap, dan mengganggu keberlangsungan ekosistem pesisir.

2. **UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil**, sebagaimana diubah dalam UU No. 1 Tahun 2014, pada Pasal 35 menyebutkan bahwa setiap pemanfaatan ruang laut wajib memiliki izin lokasi dan izin pengelolaan. Tambang PIP di Teluk Inggris jelas tidak memiliki izin dan telah merebut ruang hidup nelayan tanpa legalitas.

3. **UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan**, yang mengatur bahwa setiap tindakan yang merusak sumber daya ikan dan lingkungannya dapat dipidana. Penambangan PIP diketahui menghancurkan terumbu karang, mencemari air, serta mengusir ikan-ikan dari wilayah tangkapan tradisional.

4. **Pasal 55 dan 56 KUHP** dapat dikenakan kepada pihak yang turut serta, memberi bantuan, atau memfasilitasi kejahatan tersebut—termasuk oknum yang melindungi atau menerima setoran dari aktivitas ilegal ini.

 

Ancaman Konflik dan Krisis Kepercayaan

Para nelayan kini berada di persimpangan antara bertahan atau melawan. Ancaman konflik horizontal kian nyata jika aparat keamanan tak kunjung mengambil tindakan.

Apalagi dalam berbagai kasus sebelumnya, aktivitas tambang ilegal di Bangka Barat kerap disebut-sebut dilindungi oleh “pihak tertentu” yang memiliki kekuasaan atau pengaruh.

Kami tidak anti-tambang. Tapi bukan begini caranya. Jangan injak-injak hidup kami nelayan kecil. Jika hukum tidak hadir, kami akan bertindak sendiri. Laut ini hidup kami!” pekik seorang nelayan saat dikonfirmasi usai rapat koordinasi Persatuan Nelayan Mentok.

Pihak kepolisian hingga berita ini diterbitkan belum memberikan tanggapan resmi. Namun tekanan publik terus meningkat, terutama dari masyarakat pesisir yang semakin kehilangan kepercayaan pada negara.

Para nelayan berharap pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta instansi lingkungan dan kelautan segera melakukan patroli intensif, mengusut dalang di balik aktivitas tambang ilegal ini, serta menindak tegas sesuai hukum yang berlaku.

Laut bukan hanya sumber daya, tetapi juga identitas dan masa depan bagi nelayan tradisional Bangka Barat. Jika dibiarkan, bukan hanya ikan yang akan hilang, tapi juga kepercayaan rakyat kepada keadilan negara. (Juli Ramadhani/KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *