Pangkalpinang – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang dikenal dengan kekayaan sumber daya alamnya terutama dalam produksi timah, kini diguncang oleh skandal besar yang mencoreng citra PT. Timah, perusahaan plat merah terkemuka di Indonesia. Dugaan keterlibatan dengan mafiah timah telah mengguncang fondasi ekonomi daerah dan memunculkan tanda tanya besar terhadap integritas perusahaan tersebut. Selasa (19/3/2024).
Sejak zaman kolonial hingga saat ini, timah telah menjadi tulang punggung ekonomi di Bangka Belitung. Namun, paradoks terjadi saat ekonomi masyarakat, khususnya di kalangan bawah, tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Bahkan, ironisnya, dampak positif produksi timah tidak dirasakan secara merata oleh masyarakat. Terlebih lagi, munculnya dugaan bahwa PT. Timah terlibat dalam praktik ilegal dengan mafiah timah.
Dugaan tersebut didasarkan pada modus kerjasama dengan mitra yang diklaim sebagai program SHP (Sistem Harga Pembelian) yang sebenarnya adalah upaya untuk menutupi praktik kotor di balik layar.
Informasi dari narasumber yang tak mau disebutkan identitasnya mengungkap bahwa PT. Timah diduga melakukan “permainan” dengan mitra boneka untuk mengendalikan harga dan kadar timah di wilayah produksi.
Dampak dari praktik ilegal ini mulai terasa dengan meningkatnya produksi pasir timah di wilayah Bangka Selatan (Basel) dan Bangka Tengah (Bateng).
Mitra-mitra seperti CV SU (Salsabilah Utama), Batigo, dan CV BIM diduga menjadi alat kendali PT. Timah dalam pengumpulan dan pengangkutan bijih timah kadar tinggi.
Namun, modus operandi ini tidak hanya merugikan perekonomian daerah, tetapi juga menimbulkan kecurigaan terhadap integritas perusahaan pelat merah tersebut.
Pada periode 2018-2019, CV BIM, CV Batigo, dan CV SU yang dikendalikan oleh individu dengan inisial Bl dan Tn, diduga mendominasi pengiriman pasir timah ke Gudang Timah PT. Timah di wilayah tersebut.
Modus CV. BIM, CV. Batigo milik seorang bos asal pangkalpinang inisial Bl dan CV. SU milik cukong timah inisial Tn diduga mendominasi pengiriman pasir timah di Gudang timah PT.Timah di Bangka Selatan (Basel) dan Bangka Tengah (Bateng).
Beberapa mitra yang bekerja sama pengiriman Melalui CV. BIM, CV. BATIGO, CV. Salsabila utama yang disupport para kolektor timah kelas atas di Bangka yaitu :
1. As (toboali)
2. Ahn (Bakik)
3. Afk (benteng)
4. Wn (PKP)
5. Dpr (PKP)
6. At (sampur)
7. Ayn (Payung)
8. Akg
9. Ap (semabung)
Dengan ES sebagai wasprod Basel dan juga Bateng saat itu pada periode 2018-2019.
Namun, pola kemitraan yang tidak ber-SPK (Surat Perjanjian Kerjasama) diduga menjadi sumber masalah utama, dengan adanya selisih kadar timah dan dugaan manipulasi pembayaran antara PT. Timah dan mitra mereka.
Dampak dari praktik ilegal ini terasa dengan harga pokok yang membengkak, terutama saat pasir timah akan dileburkan di Pusmet Muntok karena tidak mencapai kadar lebur di atas 68% Sn. Bahkan, dugaan intimidasi terhadap karyawan gudang penerimaan timah di Bangka Tengah pada awal 2019 menambah kompleksitas skandal ini.
Narasumber yang tidak disebutkan identitasnya mengungkapkan bahwa direksi PT. Timah diduga terlibat dalam menerima pasokan timah dari mitra mereka, meskipun kadar timahnya tidak sesuai dengan yang dibayarkan.
Masyarakat Bangka Belitung menuntut tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk membersihkan para oknum yang terlibat dalam praktik ilegal ini.
Skandal korupsi timah yang melibatkan PT. Timah tidak hanya merusak ekonomi daerah, tetapi juga kepercayaan publik terhadap perusahaan pelat merah yang seharusnya menjadi tulang punggung kemakmuran Bangka Belitung. (Penulis : Zulfikar, Editor : Revan)
Comment