
Detikbabel.com, Bangka Barat – Aktivitas penambangan timah ilegal di kawasan Teluk Inggris, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, kembali menyita perhatian publik. Kali ini, skala kegiatannya disebut-sebut jauh lebih besar, lebih terbuka, dan tanpa rasa takut terhadap penegakan hukum.
Figur berinisial AJ, yang selama ini dikenal luas sebagai pemain utama tambang liar di wilayah Mentok, kembali dikaitkan dengan lonjakan aktivitas tambang ilegal yang semakin sulit dibendung.
Ironisnya, AJ diduga memiliki kedekatan khusus dengan sejumlah petinggi APH, baik di level daerah maupun pusat. Dugaan ini menguatkan anggapan bahwa keberaniannya bukan tanpa dasar—melainkan didukung jejaring kuat yang membuatnya seolah tak tersentuh.
Sumber terpercaya dari lapangan menyebut, AJ tak hanya menjadi koordinator operasi tambang, tetapi juga membuka lokasi penimbangan timah secara ilegal di tengah laut, tepat di titik-titik operasi tambang.
“Sudah mulai aktivitas penimbangan hari ini, Pak. Milik AJ. Ponton-ponton juga sudah masuk. Ramai sekali,” ujar sumber yang mengirim dokumentasi berupa foto kondisi laut yang dipenuhi alat tambang melalui pesan WhatsApp.
Lokasi tambang-tambang ini berada di wilayah perairan strategis dekat Tembelok, Keranggan, dan Enjel—yang sebenarnya telah ditetapkan sebagai kawasan bebas tambang atau zona tangkap nelayan.
Padahal, kawasan Teluk Inggris sudah berulang kali ditertibkan oleh aparat. Bahkan beberapa ponton dan alat berat sempat disita. Namun kondisi terkini justru menunjukkan tren sebaliknya—tambang-tambang ilegal semakin menjamur, beroperasi secara terbuka dan bahkan membangun rantai logistik mereka sendiri.
Kegiatan tersebut jelas melanggar aturan perundang-undangan. Dalam Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ditegaskan bahwa setiap aktivitas penambangan tanpa izin resmi (IUP, IPR, atau IUPK) dapat dikenakan hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Peran AJ yang diduga menjadi pengatur sekaligus fasilitator tambang ilegal berpotensi dijerat Pasal 55 KUHP, karena turut serta dalam pelaksanaan tindak pidana.
Bila benar ada unsur pembiaran dari aparat atau pejabat, maka situasi ini bukan lagi kelalaian administratif—melainkan bentuk pengabaian tanggung jawab institusional yang bisa masuk ke dalam dugaan obstruction of justice.
Dominasi AJ dalam kegiatan tambang ilegal di Teluk Inggris mengundang pertanyaan besar: Apakah negara benar-benar hadir untuk menegakkan hukum, atau justru tunduk pada kekuatan uang dan koneksi?
“Kami ini masyarakat kecil cuma bisa lihat laut makin rusak, mata pencaharian kami makin hilang. Tapi tidak ada tindakan. Hukum kayaknya cuma buat orang biasa,” kata seorang nelayan yang enggan disebut namanya.
Masyarakat pun mendesak tindakan cepat, adil, dan tanpa diskriminasi. Jika benar ada pelanggaran hukum, maka siapa pun pelakunya—termasuk AJ—harus diproses sesuai aturan tanpa intervensi maupun perlindungan dari pihak mana pun.
Kapolres Bangka Barat, AKBP Pradana Aditya Nugraha, S.H., S.I.K., saat dimintai konfirmasi menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut.
“Kami akan cek ke lapangan. Terima kasih atas informasinya,” tulisnya singkat kepada redaksi.
Kini masyarakat menanti lebih dari sekadar pengecekan lapangan. Mereka menunggu aksi nyata dan tegas terhadap pelaku tambang ilegal yang selama ini dianggap berada di atas hukum. (Red/*)