DETIKBABEL.COM, BANGKA BELITUNG – Belum genap sebulan sejak penandatanganan Pakta Integritas pengawasan distribusi timah oleh berbagai institusi negara, publik dikejutkan dengan kembali beroperasinya praktik pengiriman pasir timah ilegal secara terang-terangan dari Pulau Belitung ke Bangka. Ironisnya, pelanggaran ini justru terjadi ketika negara sedang berupaya memperketat tata kelola dan menutup celah korupsi di sektor tambang. Kamis (31/7/2025).
Informasi yang diterima redaksi ini menyebutkan bahwa pada Selasa, 29 Juli 2025 pukul 02.30 WIB, kapal feri KMP Kuala Bate 2 berlayar dari Pelabuhan Tanjung Ru, Belitung, menuju Pelabuhan Sadai, Bangka Selatan dengan mengangkut lima unit truk, masing-masing memuat sekitar 10 ton pasir timah. Total muatan diperkirakan mencapai 50 ton pasir timah, seluruhnya diduga berasal dari luar wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah.
Berikut nomor polisi kendaraan yang tercatat dalam manifes:
• AA 8320 XX (sopir: Wandi/Yudi)
• BN 8210 XX (sopir: Abeng)
• K 1467 XX (sopir: Legging/Geli)
• BN 5361 XX (sopir: Sandi)
• W 9472 XX (sopir: Eki)
Tujuan akhir pengiriman ini disebut mengarah ke PT Mitra Stania Prima (MSP), sebuah smelter besar yang beroperasi di kawasan industri Jelitik, Sungailiat, Bangka. PT MSP, yang sebelumnya dikaitkan dengan nama Herwindo—keponakan dari tokoh nasional Hasyim Djojohadikusumo dan juga Presiden RI Prabowo Subianto—kini kembali disorot karena diduga menjadi pusat distribusi hasil tambang ilegal dari luar wilayah IUP.
Diduga Dimanipulasi: ASDP dan Rekayasa Muatan
Dalam manifes pengangkutan, yang seharusnya memuat pasir timah, tertulis bahwa kelima truk mengangkut sagu seberat 10 ton per kendaraan. Totalnya: 50 ton sagu.
Namun sumber internal dari jaringan media ini menyebut bahwa keterangan tersebut direkayasa oleh oknum ASDP perwakilan Belitung, guna menyamarkan muatan timah dan meloloskan keberangkatan.
“Itu modus lama, tapi dibiarkan. Dokumen diubah, muatan tetap timah. Ada jaringan yang bekerja rapi,” ungkap seorang narasumber yang identitasnya kami rahasiakan demi alasan keamanan.
Bukan hanya ASDP yang disorot. Oknum Polres Bangka Selatan juga diduga “tutup mata” dengan membiarkan lima truk melintas meskipun sempat diamankan lantaran mendapatkan tekanan dari oknum akhir melepaskan.
Bahkan, indikasi adanya tekanan terhadap pihak kejaksaan agar tidak menindak juga muncul, memperkuat asumsi adanya keterlibatan aktor besar di balik operasi pengiriman timah ilegal ini.
Pakta Integritas Jadi Simbol Kosong
Lebih menyakitkan, peristiwa ini terjadi hanya 32 hari setelah dilakukannya penandatanganan Pakta Integritas pengawasan distribusi timah pada 27 Juni 2025 di Kantor Perwakilan PT Timah Jakarta. Pakta yang digagas oleh Kejari Belitung itu melibatkan PT Timah Tbk, KSOP, Pelindo, Dinas Perhubungan, dan aparat penegak hukum.
Namun sayangnya, dalam prosesnya, ASDP tidak ikut menandatangani pakta tersebut. Ini mencerminkan penolakan terhadap transparansi dan kolaborasi pengawasan yang telah dirancang lintas instansi.
Dampaknya jelas: titik rawan pengawasan di pelabuhan menjadi celah utama bagi masuknya praktik penyelundupan sistematis.
“Kalau begini terus, masyarakat akan semakin tidak percaya pada komitmen pemerintah. Ini bukan lagi soal kelalaian, tapi pengkhianatan terhadap konstitusi dan kepentingan publik,” ujar seorang pegiat antikorupsi lokal.
Melanggar UU, Merugikan Negara
Praktik seperti ini secara nyata melanggar sejumlah undang-undang:
• UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur bahwa kegiatan penambangan tanpa IUP merupakan tindakan pidana.
• UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 2 dan 3, terkait penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat negara yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
• UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang mewajibkan manifest kapal berisi data muatan yang akurat dan sah. Pemalsuan manifes adalah tindakan pidana.
Kerugian negara dari pengiriman pasir timah ilegal sangat signifikan. Setiap ton pasir timah yang diproses di luar jalur resmi berarti kehilangan royalti, pajak ekspor, dan PNBP. Jika diasumsikan 50 ton dikirim setiap pekan, maka potensi kebocoran mencapai ratusan miliar rupiah per tahun.
Selain itu, perusahaan resmi seperti PT Timah menjadi korban persaingan tidak sehat karena harus menanggung beban regulasi yang justru dihindari oleh para pelaku ilegal.
LSM TOPAN-RI: Lapor ke Presiden, Minta Pemeriksaan Menyeluruh
Ketua LSM Team Operasional Penyelamatan Aset Negara Republik Indonesia (TOPAN-RI) DPW Bangka Belitung, Muhamad Zen, menilai skandal ini bukan lagi perkara administratif, tapi bentuk nyata persekongkolan pejabat negara yang mengkhianati amanah konstitusi.
“Presiden Prabowo telah tegas bahwa pengkhianat dan pencuri SDA harus ditindak. Kami segera menyampaikan laporan tertulis ke Presiden, PanglimaTNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan Menteri BUMN. Ini bukan hanya penyelundupan, ini penghinaan terhadap integritas negara,” tegas Zen.
Ia mendesak agar oknum ASDP Belitung, oknum Polres Bangka Selatan, hingga siapa pun yang memfasilitasi pengiriman ilegal dan menjual nama PT MSP untuk kepentingan pribadi segera diperiksa dan dicopot.
Redaksi KBO Babel saat ini masih berupaya mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi resmi dari manajemen PT MSP, ASDP, Kejari Belitung, Polres Belitung, KSOP, dan pihak-pihak lain yang diduga terkait. Ruang hak jawab akan disediakan sesuai Pasal 5 UU Pers No. 40 Tahun 1999, sebagai bentuk tanggung jawab jurnalisme profesional. (KBO Babel)