DETIKBABEL.COM, BANGKA SELATAN — Praktik penyelundupan pasir timah ilegal dari Belitung ke Bangka kembali terbongkar. Rabu pagi (6/8/2025), belasan truk yang diduga mengangkut ratusan ton pasir timah tiba di Pelabuhan Sadai, Kabupaten Bangka Selatan. Truk-truk tersebut sempat tertahan di atas kapal sebelum akhirnya dijadwalkan untuk dibongkar sekitar pukul 09.00 WIB.
Pantauan media di lokasi menunjukkan bahwa aktivitas pemuatan dan pengangkutan timah ilegal itu berlangsung rapi namun mencurigakan. Di tengah penantian jadwal bongkar muat, dua oknum anggota berseragam terlihat naik ke dalam kapal.
Dugaan kuat menyebutkan bahwa kedua oknum tersebut bertugas untuk mengawal pengiriman muatan timah ilegal tersebut ke tempat tujuan, mengindikasikan adanya keterlibatan langsung aparat dalam aktivitas melanggar hukum ini.
Truk-truk itu sebelumnya diketahui bertolak dari Pelabuhan Tanjung Ru, Kabupaten Belitung, pada Selasa malam (5/8/2025), setelah sempat tertahan karena pemeriksaan aparat di pelabuhan asal. Namun entah bagaimana, seluruh kendaraan tetap berhasil diseberangkan.
Tokoh Masyarakat Pantau Langsung dan Lapor ke Aparat
Oktoris Chandra alias Cacan, tokoh masyarakat Belitung, menjadi salah satu saksi penting dalam peristiwa ini. Ia menyatakan telah menyaksikan langsung aktivitas pemuatan truk ke kapal dan keberadaan aparat di sekitar lokasi.
“Saya melihat ada aparat berada di sana, bukan hanya sekali. Ini seperti sudah biasa terjadi,” ujarnya. Cacan bahkan telah mengambil langkah hukum dengan menyurati Kasatreskrim dan Kejaksaan Negeri untuk meminta penindakan.
“Kalau ini terus dibiarkan, hukum seperti tidak berlaku lagi bagi yang punya kekuasaan,” tegasnya.
Bukan Kasus Pertama: Modus Lama, Perlindungan Baru
Fakta ini memperpanjang daftar panjang penyelundupan serupa. Pada 27 dan 28 Juli 2025, lima truk bermuatan pasir timah diseberangkan menggunakan kapal feri KMP Kuala Bate 2 dan KMP Menumbing Raya dari Pelabuhan Tanjung Ru menuju Sadai.
Meski sempat diamankan oleh Polres Bangka Selatan, truk-truk tersebut dilepaskan kembali karena ada oknum TNI datang langsung ke markas polisi, meminta pelepasan atas dasar bahwa pasir timah tersebut akan dikirim ke PT Mitra Stania Prima (MSP), perusahaan tambang yang dikaitkan dengan jejaring bisnis Hasyim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto.
Keterlibatan nama besar dan dugaan perlindungan oleh oknum aparat menunjukkan bahwa praktik penyelundupan ini tidak hanya sistematis, tetapi juga diduga dilindungi oleh struktur kekuasaan tertentu.

Dugaan Pelanggaran Hukum: UU Minerba dan KUHP
Tindakan pengangkutan, pemuatan, dan pengawalan pasir timah tanpa dokumen resmi dan izin tambang yang sah merupakan pelanggaran berat terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Pasal 161 UU Minerba menyatakan:
“Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau izin lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak **Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Selain itu, keterlibatan oknum aparat negara, termasuk anggota TNI dan pejabat ASDP, dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP:
“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”
Jika terbukti menerima keuntungan pribadi atau kelompok dari penyelundupan ini, maka mereka juga bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Tipikor (UU No. 20/2001) yang mengatur:
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang melakukan perbuatan curang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan kekuasaan, dapat dipidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun hingga 20 tahun penjara, serta denda maksimal Rp1 miliar.”
Desakan Penindakan Tanpa Tebang Pilih
Hingga saat ini, Supervisor ASDP Tanjung Ru, Sukisman, belum memberikan klarifikasi. Ketika dihubungi media, tidak ada jawaban.
Sikap bungkam ini semakin memancing kecurigaan publik bahwa praktik penyelundupan tidak mungkin terjadi tanpa peran aktif atau pembiaran dari pihak pelabuhan.
Aktivis lingkungan dan masyarakat sipil di Bangka dan Belitung kini mendorong adanya penegakan hukum yang tegas dan menyeluruh.
Penambangan dan perdagangan pasir timah ilegal tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga merusak lingkungan dan memperparah praktik ketimpangan hukum.
“Kalau oknum aparat dan pejabat negara ikut bermain, bagaimana masyarakat bisa percaya hukum masih berlaku?” ujar seorang aktivis lingkungan di Toboali.
Kejadian ini harus menjadi momentum bagi aparat penegak hukum, baik Polri, Kejaksaan, hingga institusi militer, untuk menunjukkan komitmen nyata memberantas mafia tambang yang merusak tatanan hukum dan lingkungan Indonesia. (KBO Babel)