MENGGUGAT URGENSI TINDAKAN: Babel Darurat Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Ilegal yang Tidak Terkendali (Opini)

Advertisements
Advertisements

Oleh: Ade Kelana (Ketua LSM FAKTA)

DETIKBABEL.COM, Belitung – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) kini berada dalam titik kritis ekologis. Narasi tentang “surga timah” perlahan berganti menjadi realitas suram kerusakan lingkungan yang masif. 

Permasalahan paling pelik dan mendesak yang menjadi kewajiban utama Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) di Babel bukanlah sekadar isu administratif, melainkan tantangan eksistensial yang mengancam keberlanjutan hidup masyarakat: kerusakan parah akibat aktivitas penambangan timah, baik legal maupun ilegal. Kewajiban LH Babel sangat mendesak untuk mengatasi krisis ini.

Kerusakan ini makin bersifat sistemik dan multidimensi. Data yang menunjukkan sekitar 70 persen dari 167.065 hektar lahan kritis di Babel disebabkan oleh penambangan timah adalah alarm yang akan memekakkan telinga.

Dampaknya merentang dari daratan hingga lautan; hutan dan mangrove terkonversi, sementara ekosistem vital seperti padang lamun dan terumbu karang di pesisir hancur tak bersisa. Ironisnya lagi, limbah dari aktivitas ini mencemari sumber air, sungai, dan tanah, membunuh potensi perikanan dan pertanian lokal yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi berkelanjutan.

Dalam menghadapi krisis ini, terlihat jelas adanya kelemahan fundamental dalam struktur birokrasi dan penegakan hukum kita. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, ditambah dugaan konflik kepentingan dan intimidasi di lapangan, mempersulit upaya penertiban.

Kritik keras harus dilayangkan, misalnya, terhadap Kepala KPH Gunung Duren di Belitung Timur yang terkesan abai dan kurang proaktif terhadap perusakan kawasan hutan akibat perkebunan dan tambang ilegal yang merajalela. Jelas sudah waktunya posisi tersebut dievaluasi dan direposisi.

Di pusat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berada dalam satu atap, memastikan koordinasi yang terpadu.

Walaupun sejak oktober 2024 mulai berubah, Perubahan kelembagaan memang akan diikuti dengan proses transisi.

Pada periode pemerintahan tahun 2024 hingga 2029 sekarang, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) dibentuk sebagai upaya yang lebih responsif, strategis, dan fokus dalam menghadapi tantangan kondisi kualitas lingkungan dan efek perubahan iklim.

Sementara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah dalam posisi yang tepat karena masih tergabung dalam satu OPD yang mestinya memudahkan gerak dalam mengatasi kerusakan lingkungan di Bangka belitung.

Namun, di kabupaten, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) LH dan Kehutanan terpisah (khususnya di Beltim), yang memicu ego sektoral dan rantai administrasi yang terputus. Solusi yang solutif adalah menggabungkan kedua OPD ini untuk menciptakan sinergi pengawasan yang utuh, memastikan Kadis LH memiliki wewenang penuh dalam mengawasi kerusakan hutan dan lingkungan secara terintegrasi.

Kadis LH Babel tidak bisa lagi berlindung di balik keterbatasan sumber daya. Kewajiban mereka untuk melakukan pengendalian, pengawasan ketat, dan penegakan hukum lingkungan adalah mandat konstitusi.

Yang lebih memprihatinkan, ada dana jaminan reklamasi (Jamrek) yang sudah lama mengendap di rekening daerah, dana yang seharusnya dapat digunakan untuk memulihkan kerusakan yang terjadi, namun belum pernah difungsikan sebagaimana mestinya, apakah ada hambatan aturan sehingga tidak dapat diefektifkan untuk mengatasi pasca tambang.

Sudah saatnya retorika digantikan oleh aksi nyata yang terukur. Pemerintah Provinsi Bangka Belitung, melalui Dinas Lingkungan Hidup dan jajaran terkait, harus segera bergerak. Gunakan dana jaminan reklamasi (Jamrek) itu sekarang, lakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu, dan restrukturisasi organisasi untuk efisiensi pengawasan.

Masa depan Babel yang bersih dan lestari bukan sekadar impian, tapi kewajiban mendesak yang harus kita perjuangkan hari ini, sebelum kerusakan menjadi sesuatu yang tidak dapat diubah kembali ke keadaan semula (irreversibel)

(*)