DETIKBABEL.COM, Pangkalpinang — Suasana tegang menyelimuti kawasan Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang pada Selasa (25/11/2025) pagi ketika ratusan massa yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) ormas, organisasi kepemudaan (OKP), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menggelar aksi damai.
Aksi tersebut menjadi sorotan publik karena membawa pesan tegas terkait dugaan upaya intervensi terhadap proses hukum yang tengah berjalan dalam kasus Hellyana, terdakwa dugaan penipuan tagihan hotel.
Massa mengecam keras kehadiran Batara CS yang dalam beberapa hari terakhir melakukan aksi “ngamen” di area halaman PN Pangkalpinang sebagai bentuk simbolis pengumpulan koin senilai Rp22 juta.
Aksi tersebut, menurut Massa Ormas yang tergabung dalam Sekber Ormas Babel, tidak hanya mencederai etika persidangan, tetapi juga berpotensi mengganggu independensi hakim serta jalannya proses hukum.
Slogan “Usir Batara dari Pangkalpinang!” menggema berkali-kali di depan pintu gerbang pengadilan.
Para peserta aksi menyebut tindakan Batara CS sebagai manuver tekanan yang dapat mempengaruhi opini publik terhadap perkara yang sedang disidangkan.
“Batara! Jangan ganggu proses persidangan di PN Pangkalpinang! Usir Batara!” teriak seorang peserta aksi melalui pengeras suara.
Tidak hanya itu, massa menuding bahwa aksi yang dilakukan Batara CS tidak berdiri sendiri.
Mereka menduga terdapat pihak tertentu yang bertindak sebagai penggerak atau donatur “pengamen politik” tersebut. Nama Andi Kusuma menjadi figur yang ikut disorot oleh massa.
Ia diduga memiliki peran dalam mengorganisasi kegiatan yang dinilai sarat kepentingan tersebut.
“Woi Andi Kusuma, keluar dari PN! Jangan jadi pengecut bersembunyi di dalam! Kau salah satu dalangnya!” pekik orator lapangan yang memanaskan suasana.
Ketegangan meningkat saat Batara CS masih tetap berada di sekitar PN dan melanjutkan aksi mengamen.
Massa yang tersulut emosi secara spontan mendorong kelompok tersebut agar menjauh dari lingkungan pengadilan.
Beruntung, aparat kepolisian yang telah bersiaga sejak pagi berhasil bergerak cepat melakukan pengamanan dan mengevakuasi Batara CS, mencegah benturan fisik yang berpotensi memperkeruh keadaan.
Korlap aksi turut mengambil peran penting dalam meredam emosi peserta.
Ia berkali-kali mengingatkan agar demonstrasi tetap berada pada jalur hukum dan tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri maupun merusak fasilitas negara.
“Kita datang sebagai warga negara yang taat hukum. Kita protes tindakan mereka, tapi jangan sampai kita sendiri yang melanggar hukum,” ujar Korlap melalui megafon, menenangkan massa yang mulai terprovokasi.
Aksi “Ngamen” di Kawasan PN Dinilai Melanggar Regulasi
Aksi yang dilakukan Batara CS dianggap melanggar ketentuan perundang-undangan tentang penyampaian pendapat di muka umum.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 mengatur bahwa setiap aksi unjuk rasa, termasuk bentuk ekspresi di ruang publik, wajib dilakukan *tanpa mengganggu ketertiban umum*, *tanpa mengganggu jalannya fungsi pelayanan publik*, serta *tidak boleh dilakukan dalam radius tertentu dari objek vital tertentu*, termasuk pengadilan yang sedang menyelenggarakan persidangan.
Pada *Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998*, ditegaskan bahwa dalam menyampaikan pendapat di muka umum, setiap orang wajib menghormati hak orang lain dan menghormati ketertiban umum.
Pengadilan merupakan institusi negara yang sedang menjalankan fungsi yudisial sehingga wajib steril dari tekanan, gangguan, dan bentuk intimidasi apa pun.
Selain itu, *Pasal 15 UU yang sama* menyebutkan bahwa penyampaian pendapat tidak diperbolehkan dilakukan di tempat yang berpotensi mengganggu “pelaksanaan tugas lembaga negara.”
Aksi mengamen sebagai simbol pengumpulan uang tepat di area pengadilan—apalagi saat sidang berlangsung—dapat dinilai sebagai tindakan yang melanggar ketentuan sterilisasi pengadilan dan berpotensi mengganggu independensi proses peradilan.
Tidak hanya melanggar aturan unjuk rasa, tindakan tersebut juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan tidak menyenangkan atau menghalangi proses persidangan sebagaimana diatur dalam *Pasal 217 dan Pasal 218 KUHP*, yang menegaskan bahwa siapa pun yang mengganggu ketertiban di tempat sidang dapat dikenai sanksi pidana.
Pesan Moral Massa: Jaga Marwah Pengadilan
Aksi Sekber ini pada akhirnya menjadi sinyal kuat bahwa masyarakat Pangkalpinang menolak segala bentuk tekanan terhadap lembaga peradilan.
Mereka meminta semua pihak menghormati proses hukum terhadap terdakwa Hellyana dan menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim untuk memutus berdasarkan fakta persidangan, bukan tekanan opini publik.
Aparat keamanan memastikan aksi berlangsung tertib hingga selesai.
Tidak ada benturan berarti, dan massa membubarkan diri secara damai sekitar siang hari.
Aksi ini menegaskan satu hal: Pengadilan harus menjadi ruang steril, bebas dari intervensi, dan dihormati oleh siapa pun, apa pun kepentingannya. (KBO Babel)









