Detikbabel.com, Pangkalpinang — Sengketa hubungan industrial antara seorang sopir kontainer bernama Gerson Pingak melawan PT Bangka Jaya Line (BJL) resmi disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang, Selasa (9/9/2025). Gugatan terdaftar dengan nomor perkara 14/Pdt.Sus-PHI/2025/PN/PGP.
Dalam gugatannya, Gerson menuntut pesangon senilai Rp124 juta serta meminta dipekerjakan kembali oleh PT BJL. Ia mengklaim pernah bekerja sebagai karyawan perusahaan, namun diberhentikan sepihak tanpa diberikan hak sesuai ketentuan ketenagakerjaan.
Klaim tersebut langsung dibantah pihak tergugat. Kuasa hukum PT BJL, Nora Zema, S.H., dari Kantor Hukum BARAK, menegaskan bahwa Gerson tidak pernah tercatat sebagai karyawan resmi.
“Nama yang bersangkutan tidak pernah ada dalam daftar karyawan BJL. Pemohon tiba-tiba menuntut pesangon tanpa dasar yang jelas. Silakan buktikan dulu statusnya sebagai pekerja tetap,” tegas Nora di persidangan.
Sistem Kemitraan, Bukan Hubungan Kerja
PT BJL menegaskan sejak awal tidak pernah mengangkat sopir sebagai karyawan tetap. Perusahaan tidak memiliki armada sendiri, melainkan hanya bekerja sama dengan pemilik mobil pribadi yang bertindak sebagai mitra pengangkutan.
Dalam praktiknya, para sopir bekerja di bawah sistem bagi hasil dengan pemilik kendaraan: 40 persen untuk sopir, 60 persen untuk pemilik kendaraan. Dengan demikian, hubungan kerja terjadi antara sopir dengan pemilik kendaraan, bukan dengan PT BJL.
“BJL adalah perusahaan ekspedisi yang bermitra dengan pemilik armada. Sopir bukan karyawan kami, melainkan bagian dari sistem kemitraan yang sudah berjalan lama,” ujar Nora.
Bukti Administratif Lemah
Majelis hakim menyoroti bahwa hingga persidangan berlangsung, Gerson tidak dapat menunjukkan dokumen resmi yang membuktikan adanya hubungan kerja langsung dengan PT BJL.
Tidak ada perjanjian kerja, slip gaji, maupun bukti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang mengaitkannya dengan perusahaan. Ketiadaan dokumen administratif ini memperlemah klaim penggugat.
Dugaan Entitas Fiktif
Gerson sebelumnya mengaku direkrut oleh seseorang bernama Indra, yang ternyata merupakan mantan satpam PT BJL. Indra disebut-sebut membawa nama entitas lain bernama Trans Bangka Jaya Line (TBJL) yang justru diduga fiktif.
Kerancuan inilah yang kemudian menimbulkan polemik, namun jelas berbeda dengan entitas PT BJL yang sah secara hukum.
Hakim Uji Validitas Gugatan
Dalam perkara hubungan industrial, sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, beban pembuktian berada pada pihak penggugat. Tanpa bukti administratif yang kuat, klaim pesangon Rp124 juta dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Perkara ini menjadi penting untuk mempertegas batas antara sistem kemitraan dan status karyawan tetap. Jika penggugat gagal membuktikan hubungan kerja, maka gugatan ini akan memperjelas bahwa PT BJL berada di posisi yang benar.
Sidang lanjutan akan menghadirkan saksi tambahan dan bukti baru. Namun sejauh ini, posisi hukum PT BJL dinilai lebih kuat karena berpegang pada fakta administrasi dan praktik usaha yang sesuai aturan. (Red/*)