DETIKBABEL.COM, Pangkalpinang — Sidang perdana klarifikasi Perkara Kesehatan nomor **295/Pid.Sus/2025/PN Pgp** dengan terdakwa **dr Ratna Setia Asih** resmi digelar pada Kamis (4/12/2025) di Pengadilan Negeri Pangkalpinang.
Namun sebelum sidang dimulai, halaman pengadilan telah dipenuhi ratusan tenaga medis yang datang dari berbagai rumah sakit dan klinik se-Bangka Belitung.
Para dokter dan perawat itu menggelar aksi damai sebagai bentuk dukungan terhadap sejawat mereka, dr Ratna, yang kini menghadapi proses hukum atas dugaan kelalaian medis.
Dalam aksi tersebut, terlihat spanduk besar bertuliskan seruan menghentikan kriminalisasi dokter. Mereka berdiri rapi dengan pakaian dinas masing-masing, menunjukkan solidaritas lintas profesi.
Sejumlah organisasi profesi nasional turut hadir secara langsung, antara lain *Ketua Umum PP IDAI Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K)* serta *Prof. Dr. dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), MPH, SH, MH*, Ketua BP2A IDAI.
Hadir pula jajaran pengurus IDI Wilayah Bangka Belitung dan IDI Cabang Pangkalpinang.
Di hadapan wartawan, Ketua Umum PP IDAI, Dr. Piprim, menyampaikan sikap tegas organisasi terkait proses hukum yang menimpa dr Ratna.
Ia menyoroti janggalnya prosedur penetapan tersangka yang menurutnya tidak melalui mekanisme profesional yang semestinya.
“Kami sangat menyayangkan terjadinya kasus ini. Penetapan tersangka berdasarkan rekomendasi MDP yang bahkan tidak melalui persidangan etik sebagaimana mestinya. dr Ratna tidak diberi kesempatan membela diri atau menghadirkan saksi-saksi uji. Tiba-tiba saja keluar rekomendasi, dan kami pun tidak diberi tahu isinya. Tahu-tahu dokter Ratna ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.

IDAI mempertanyakan alasan hanya dr Ratna yang ditetapkan sebagai tersangka, padahal banyak dokter lain dipanggil dalam proses sebelumnya. Menurut Dr. Piprim, kondisi ini bukan sekadar persoalan individual, tetapi berpotensi menjadi preseden berbahaya bagi pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Dengan tegas ia mengingatkan, kasus seperti ini dapat memicu fenomena *defensive medicine*, yaitu ketika dokter memilih menghindari pasien gawat untuk melindungi diri dari risiko kriminalisasi.
“Ini sangat berbahaya. Apalagi di daerah yang dokter anaknya terbatas. Kalau dokter takut menangani pasien gawat karena khawatir menjadi tersangka saat pasien meninggal, maka yang terancam adalah keselamatan masyarakat,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa ikhtiar pengobatan bukanlah kontrak kesembuhan.
“Yang menyembuhkan itu hanya Allah. Dokter berusaha maksimal, tapi bisa berhasil, bisa gagal. Tidak ada dokter yang punya niat membahayakan pasien. Kami dididik bertahun-tahun untuk menyelamatkan nyawa, bukan mencelakakan,” katanya.
IDAI juga khawatir kasus ini akan berdampak luas jika tidak segera diluruskan. Apalagi jika dr Ratna benar-benar menghadapi ancaman hukuman penjara.
“Nauzubillah kalau itu sampai terjadi. Dampaknya akan amat buruk. Dokter di mana-mana akan takut menangani kasus gawat. Ini ancaman serius bagi pelayanan kesehatan,” tutup Piprim.
Sementara itu, proses sidang klarifikasi tetap berjalan di PN Pangkalpinang dengan pengawalan ketat. Aksi solidaritas tenaga medis berlangsung tertib hingga siang hari, menandai kuatnya dukungan komunitas kesehatan terhadap dr Ratna Setia Asih dalam menghadapi proses hukum yang mereka anggap penuh kejanggalan tersebut.
Berikut penegasan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) saat menyampaikan pernyataan sikap mereka terkait proses hukum dr Ratna Setia Asih sebagai anggotanya. (Rafli reporter KBO Babel melaporkan)











