Investigasi dan Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi

Penegakan Pemberatan Pidana bagi Koruptor

DETIKBABEL.COM,PANGKALPINANGBerdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidan Korupsi, bahwa tindak pidana korupsi dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa hal, diantaranya: merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan serta gratifikasi.Minggu(19/05/2024)

Dalam rangka pemberantasan korupsi perlu dilakukan penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama internasional dan regulasi yang harmonis dalam tindakan investigasi tindak pidana korupsi.

Namun, pada kenyataanya masih banyak pandangan dari masyarakat awam tentang tindakan ini termasuk tindakan yang benar-benar tindak pidana korupsi atau kesalahpahaman dalam pandangan masyarakat itu sendiri mengenai cara mereka memandang tindakan korupsi.

Perbedaan penyelidikan dan penyidikan dalam investigasi tindak pidana korupsi, kualifikasi orang yang akan dimintai pertanggungjawaban berdasakan bukti-bukti yang meyakinkan standar kaidah pembuktian dalam tindak pidana korupsi, tahapan perbuatan menjadi pidana dari awal sampai selesai, siapa yang disebut pelaku dalam investigasi tindak pidana korupsi, apa yang harus di pahami oleh seorang investigator ketika melakukan investigasi, perbedaan delik tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan keuangan negara dengan delik lainnya, pengetahuan yang di butuhkan oleh seorang investigator dalam melakukan tindakan investigasi tindak pidana korupsi, dan yang terakhir adalah cara untuk memperoleh bukti dalam investigasi tindak pidana korupsi.

Perbedaan antara penyelidikan dan penyidikan,perbedaanya yaitu jika penyelidikan adalah upaya untuk mencari suatu kejadian atau peristiwa tersebut apakah merupakan perbuatan pidana atau bukan dan peristiwa itu perlu di lakukan proses lebih lanjut atau tidak.

Sedangkan penyidikkan adalah sudah terbukti bahwa peristiwa tersebut merupakan perbuatan pidana untuk mengetahui tindakan tersebut di lakukan oleh siapa dan di kenakan tindak pidana apa dalam undang-undang serta guna untuk menentukan rumuskan hukum nya di buat seperti apa.

Kualifikasi orang yang akan dimintai proses pertanggung jawaban terkait tindak pidana korupsi, semisal data-data pendukung terkait yang membuktikan bahwa orang tersebut benar-benar melakukan korupsi serta melakukan survai langsung laporan pertanggungjawaban dan anggaran dana terkait.

Bahwa seorang investigator harus mampu memahami dan membedakan tindakan mana yang termasuk delik pidana korupsi sebagaimana yang di maksud dalam KUHAP dan UU Tindak Pidana Korupsi, atau termasuk delik lainnya. Bahwa seorang investigator harus benar-benar mengerti dan memahami tentang tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan keuangan negara atau delik yang bukan berhubungan dengan tindakan tersebut.

Dalam contoh sebuah kasus mengenai proyek jalan yang di bangun dengan dana dari pemerintah yang turun sebesar 1 milyar, namun pada realita nya pemabangunan jalan tersebut hanya di buat dengan dana yang menghabiskan 500 juta.

Dari kasus tersebut sebelum kita menyatakan pihak yang di berikan pertanggungajwaban dalam proyek jalan tersebut sebagai seorang pelaku tindak pidana korupsi, maka kita harus melakukan investigasi terlebih dahulu, mulai dari survei laporan keuangan, survei laporan administrasi dan survai lokasi proyek tersebut, mungkin yang menjadikan anggaran dana tersebut hanya dipakai sebesar 500 juta karena di sisi lain ada kendala dalam hal lokasi yang menjadikan tempat tersebut tidak bisa di gunakan untuk melanjutkan proyek pembuatan jalan dengan dana sebesar 1 milyar terebut.

Seorang investigator yang mampu memahami setiap permasalahan atau kasus dengan rumusan delik yang sesuai, mampu mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung, dapat mempertanggungjawabkan tindak pidana yang sesuai dengan delik yang diatur oleh Undang-Undang serta memliki pengetahuan dan teknis-teknis dalam investigasi penyidikan tindak pidana korupsi.

“Ketika kita bekerja untuk memperjuangkan keadilan dan kebaikan, orientasinya bukan pada hasil namun, yang terpenting adalah tentang perjuangan dan usaha yang kita lakukan untuk menegakkan keadilan dan kebaikan tersebut, serta sangat penting menjaga kejujuran, jika kejujuran itu sulit maka pandanglah bahwa kejujuran adalah sebuah integritas dan sebuah tantangan yang harus selalu di perjuangkan.”

Wacana Kosong Penjatuhan Hukuman Mati bagi Koruptor

Terdapat kekeliruan yang signifikan atas pernyataaan dari para pejabat dan politisi terhadap penjatuhan hukuman mati bagi koruptor di tengah pandemi. Bahwa dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 terdapat tujuh klasifikasi jenis korupsi, salah satunya perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, suap, gratifikasi dan jenis korupsi laninnya. Ketentuan sanksi pidana mati diatur dalam Pasal 2 (2) UU PTPK, yang berbunyi bahwa:

Pasal 2:

  1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
  2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila, tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, pengulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidanan korupsi.

Jika dilihat penerapan pasal dalam mendakwa pelaku tindak pidana korupsi dana bansos yaitu menggunakan Pasal 12 e sehingga untuk penjatuhan hukuman mati tidak dapat dimungkinkan, karena tidak memenuhi unsur pasal yang terdapat dalam Pasal 2 UU PTKP(Penghasilan Tidak Kena Pajak).

Tujuan pidana korupsi adalah untuk menjerakan pelaku tindak pidana korupsi serta bagi seluruh elemen masyarakat supaya tidak melakukan perbuatan korupsi dan pengembalian kerugian keuangan negara (asset recovery).

Penjatuhan sanksi hukuman mati bagi koruptor dalam sistem pemidanaan modern dan tujuan pemidaan korupsi bukan menjadi jawaban yang efektif terhadap penengakan hukum. Dapat dilihat, bahwa negara-negara yang memiliki Indeks Persepsi Korupsi tertinggi telah menghapuskan hukuman pidana mati sejak tahun 1960 an.

Indeks Persepsi Korupsi di negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati dan pernah menggunakan tidak terlalu tinggi, seperti halnya negara China masih terdapat banyak kasus korupsi yang terjadi. Dengan demikian hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi tidak memberikan perbaikan bagi orang yang salah, khusunya bagi negara yang mengalami kerugian.

Konsep ideal hukuman bagi korupsi agar dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tiindak pidana korupsi yang sesuai dengan konsep pemidanaan modern, sehingga tidak lagi menitikberatkan pada pembalasan. Salah satunya melalui regulasi yang mendukung, yakni bertujuan untuk memiskinkan pelaku, perbaikan UU tipikor yaitu utuk mereformulasi pasal yang kerap tumpang tindih, dan memaksimalkan pidana tambahan uang pengganti.

Apabila tidak bisa membayar uang pengganti terhadap kerugian negara, maka aset-aset yang dimiliki dilelang sebagai jaminan negara. Tidak hanya itu, dalam sistem peradilan pun perlu direformasi.bahwa hakim diberikan kemerdekaan dan kebebasan dalam proses penemuan hukum, tidak hanya terpaku pada legisme yang bersifat normatif yaitu undang-undang.

Hakim dituntut melakukan penemuan hukum melalui metode kontruksi hukum yang dikenal dengan freirerchhtschule, supaya hakim tidak menjadi corong peraturan perundang-undangan, melainkan sebagai insan pembaharu hukum yang mempertimbangkan terhadap aspek sosiologis, filosofis, dan yuridis. Dengan demikian, putusan-putasannya lebih bersifat progresif dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.(Penulis:Sudarsono)

Related Posts

Don't Miss

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *