Disinyalir Menjadi Tempat Peredaran Narkoba dan Minuman Beralkohol: Tempat Hiburan Malam GMC, Ancaman terhadap Moral, Generasi Muda, dan Marwah Kota Beriman

Advertisements
Advertisements

Detikbabel.comPangkalpinang — Dugaan praktik transaksi obat-obatan terlarang serta peredaran minuman beralkohol di atas batas kadar yang ditentukan kembali menyeret nama Grand Milenium Club (GMC) ke dalam sorotan publik. Tempat hiburan malam yang berada di jantung Kota Pangkalpinang ini disebut-sebut telah lama menjadi titik rawan aktivitas maksiat yang tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga mencederai nilai dan norma agama Islam yang dianut mayoritas masyarakat Bangka Belitung. Jumat (21/11/2025).

Padahal Pemerintah Kota Pangkalpinang telah menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, bagian dari kebijakan Zero Alkohol, yang seharusnya tidak menyisakan ruang sedikit pun bagi peredaran minuman keras. Namun kenyataan di lapangan justru menunjukkan dugaan sebaliknya: GMC tetap beroperasi bebas, menyediakan minuman beralkohol di luar ketentuan Perda, bahkan menjadi tempat aktivitas yang mengarah pada transaksi barang-barang haram.

Lebih dari itu, publik dikejutkan oleh temuan adanya transaksi “obat inex palsu” di lingkungan GMC. Fakta ini justru memperkuat dugaan bahwa selama ini terjadi peredaran obat-obatan terlarang jenis narkoba di dalam kawasan tempat hiburan tersebut. Para pemerhati sosial menilai bahwa temuan inex palsu hanyalah “puncak gunung es” dari rantai transaksi narkoba yang diduga telah berlangsung cukup lama tanpa penindakan berarti.

Situasi semakin mengkhawatirkan ketika pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tampak tidak melakukan tindakan tegas. Instansi seperti Satpol PP Kota Pangkalpinang, Polresta Pangkalpinang, BNN Provinsi Babel, dan Dinas Pariwisata dinilai publik hanya menjalankan fungsi normatif, tanpa intervensi efektif untuk menghentikan aktivitas yang jelas-jelas melanggar Perda dan hukum pidana.

Tidak sedikit pula muncul dugaan adanya “setoran”, “upeti”, atau perlindungan tertentu dari oknum aparat, sehingga aktivitas ini tetap berlangsung aman dan lancar. Jika benar demikian, maka ini bukan sekadar kelalaian, tetapi bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik sekaligus pelanggaran berat terhadap hukum dan ajaran agama.

Dalam perspektif Islam, peredaran narkoba, minuman memabukkan, dan aktivitas maksiat lainnya termasuk kategori munkar, yakni perbuatan yang wajib dicegah oleh seluruh elemen umat. Karena itu, perhatian masyarakat kini tertuju pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pangkalpinang.

MUI diharapkan memegang peran lebih aktif:
– mengeluarkan seruan, tausiyah, atau fatwa terkait maraknya tempat maksiat,
– memberikan rekomendasi penertiban kepada pemerintah,
– serta terlibat dalam pengawasan moral untuk menyelamatkan generasi muda dari kerusakan akidah.

Saatnya Pemkot, aparat, dan MUI membuka mata serta bertindak tegas. Penegakan Perda Zero Alkohol tidak boleh sebatas jargon. Pangkalpinang membutuhkan ketegasan nyata demi menjaga moral masyarakat, ketertiban umum, dan kehormatan kota ini sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.

Mencegah kerusakan moral adalah tanggung jawab bersama, sebelum kemurkaan Allah SWT turun akibat pembiaran terhadap kemaksiatan yang terjadi secara terang-terangan. (Red/*)