Dalam Sorotan: Kompleksitas Skandal SHP PT Timah, Dari Program Pam-Aset Hingga Lonjakan Pasokan Bijih Timah

Advertisements
Advertisements

 


Bangka Belitung, – Sebuah dugaan penyimpangan dalam program Sisa Hasil Produksi (SHP) PT Timah Tbk, salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkemuka di Indonesia, menjadi sorotan setelah ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Seorang narasumber internal PT Timah Tbk memberikan penjelasan rinci mengenai peristiwa ini kepada jejaring media Babel, mengurai benang merah dugaan skandal SHP yang menyebar di tubuh perusahaan pelat merah tersebut. Selasa (6/1/2024)

Menurut narasumber, program SHP merupakan kelanjutan dari program pengamanan aset (pam-aset) PT Timah Tbk yang dimulai pada tahun 2017.

Program pam-aset diinisiasi sebagai upaya untuk mengatasi kekurangan bijih timah dengan membeli timah dari kawasan konsesi IUP perusahaan yang ditambang ilegal oleh masyarakat.

Mekanismenya melibatkan pembayaran tunai kepada penambang ilegal yang beroperasi di kawasan-kawasan IUP PT Timah Tbk.

Namun, program pam-aset ternyata tidak berjalan efektif, di antaranya karena harga beli bijih timah dari PT Timah Tbk lebih rendah dibandingkan smelter swasta.

Narasumber menuturkan bahwa karyawan yang bertugas sebagai juru bayar pembelian bijih timah diduga melakukan mark up harga dengan memanipulasi kwitansi pembelian dari penambang ilegal.

Selain itu, pemilihan karyawan sebagai juru bayar secara tunai ke penambang ilegal dianggap melanggar aturan.

Dugaan modus mark up harga ini menjadi titik awal skandal SHP yang mengguncang PT Timah Tbk. Narasumber menyebutkan bahwa perusahaan mengalokasikan hampir 2 triliun rupiah untuk program SHP dari tahun 2018 hingga 2019.

Dana tersebut terbagi antara Unit Penambangan Darat Bangka (UPDB) dan Unit Penambangan Laut Bangka (UPLB) PT Timah Tbk.

“Hampir 1 triliun SHP UPLB. Pembelian dari Mei sampai Desember 2018. Ada datanya,” ungkap narasumber. Namun, untuk kebutuhan pelaporan berita, upaya jejaring media Babel untuk memverifikasi realisasi anggaran kepada Kabid Humas PT Timah Tbk, Anggi Siahaan, belum mendapatkan jawaban.

Dugaan mark up harga dan manipulasi pembelian bijih timah ternyata juga merambah ke Unit Penambangan Laut Bangka (UPLB).

Tim yang dipimpin oleh inisial Y, bersama anggota tim seperti A, H, S, Y, dan E, terlibat dalam program SHP. Saat program pam-aset sulit mencari bijih timah, SHP tiba-tiba mengalami lonjakan pasokan setelah Y memerintahkan para kolektor timah mengirimkan bijih timah ke pos PT Timah Tbk di Pemali.

Menurut narasumber, pasokan yang masuk ke pos meningkat drastis, mencapai ratusan ton per hari. Fenomena ini memberikan kesempatan bagi kolektor timah mitra PT Timah Tbk untuk terlibat dalam manipulasi.

“Waktu itu timah ini udah main abu-abu. Karena setiap pengiriman barang masuk terus. Awalnya kandungannya ada yang rendah, ada topas, dan ada yang tidak ada kandungan timahnya. Sekali kirim banyak dapat duitnya,” papar narasumber.

Keadaan semakin meruncing dengan dugaan permainan SP (surat perintah pengiriman bijih timah). Narasumber menyebut bahwa SP dijual oleh anak buah Y, salah satu pejabat di UPLB.

Hal ini menciptakan celah bagi mitra perusahaan yang ingin memastikan barang yang dikirim lolos masuk ke pos.

“Timbul lah ada yang jual SP. Anak buahnya Y. Satu SP itu relatif, ada Rp5 juta, ada juga yang dapat SP dengan sistem bagi hasil,” terangnya.

Tak hanya itu, narasumber menyebutkan bahwa tim Y, bersama tim lain seperti A, B, R, dan H, terlibat dalam manipulasi kadar bijih timah. Mereka diduga memanipulasi kadar mix bijih timah dengan cara menyampaikan kadar yang lebih rendah kepada mitra penambang.

“Sistem mereka ini, timah dari mitra ini ngirim, misal dari hasil mix keluarnya 68, jadi mereka sampaikan ke mitra itu kadang 55, 60. 8 mata diambil mereka,” ungkap narasumber.

Dugaan manipulasi dalam program SHP ini semakin kompleks dengan adanya indikasi keterlibatan pejabat, serikat pekerja, dan intervensi terhadap Satuan Pengamanan Internal (SPI) PT Timah Tbk. Narasumber menyayangkan sikap manajemen PT Timah Tbk yang dianggapnya tidak tegas dan cenderung mendiamkan masalah tersebut.

“Sangat disayangkan, data ada. PT Timah ini lengkap, SPI ada. Kedua, di PT Timah kan ada gakkum pengamanan. Seharusnya waktu itu satpam pengamanan tahu, kenapa didiamkan semua,” keluhnya.

Sejauh ini, barang bukti SHP yang diduga terlibat dalam skandal ini masih tersimpan di Tanjung Ular dengan kapasitas ribuan ton.

Narasumber menegaskan bahwa hanya sebagian kecil dari pasokan yang dapat diolah, sementara sisanya mengandung terak dan campuran oli.

Pada bagian kedua nanti, narasumber akan mengungkap lebih lanjut keterlibatan Alwin Albar, Direktur Operasi PT Timah Tbk saat itu, dalam program SHP, serta dugaan intervensi terhadap SPI dan peran serikat pekerja dalam skandal ini. (Penulis : Julian, Editor : Juli Ramadhani)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *