Breaking News! Aksi Warga Keranggan Tolak Tambang Ilegal Berujung Ketegangan Sosial, Warga Desak Penegakan Hukum Tegas

Detikbabel.com|Mentok — Gelombang kemarahan meledak di Balai Desa Keranggan, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, pada Selasa malam, 6 Mei 2025. Ratusan warga dari tiga dusun — Keranggan Atas, Tengah, dan Bawah — bersatu menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang timah ilegal jenis Ponton Isap Produksi (PIP) yang diam-diam mulai beroperasi di perairan Laut Keranggan. Rabu (7/5/2025).

Aksi itu berlangsung panas dan emosional, dipicu ketidakadilan serta ancaman terhadap lingkungan pesisir yang selama ini menjadi aset wisata masyarakat.

Sekitar pukul 20.00 WIB, halaman balai desa dipadati massa yang menuntut kejelasan dan penghentian aktivitas tambang ilegal tersebut.

Warga menilai tambang itu tidak hanya mencederai hak mereka, tetapi juga berpotensi memecah persatuan sosial karena dikelola oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan masyarakat.

“Kami hanya dapat 55 ribu per KK. Padahal mereka bilang mewakili warga. Mana ada tambang ilegal di laut pariwisata bisa dibilang legal. Kalau masih buka, berarti ada beking di belakang,” ungkap SR, salah satu ibu rumah tangga dengan nada tegas.

YL, warga lainnya, mengungkap bahwa situasi di pesisir pada sore hari sudah memanas. “Sempat nyaris saling serang pakai sajam. Jadi mending ditutup saja. Kalau tidak, ini bakal tambah parah dan tidak kondusif,” ujarnya saat diwawancarai tim media KBO Babel.

Haidir selaku RW, didampingi RT Mul dan RT Rusmin, menyambut kedatangan warga dan mendengar langsung keluhan yang mereka sampaikan.

Ia mengakui bahwa konflik ini belum pernah terjadi sebelumnya. Namun karena masyarakat merasa dirugikan secara ekonomi dan sosial, kemarahan akhirnya meledak.

Dalam konteks hukum, tuntutan warga memiliki dasar kuat. Aktivitas tambang tanpa izin resmi melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

Lebih lanjut, warga juga dilindungi oleh Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menegaskan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata.

Dengan kata lain, aspirasi masyarakat Keranggan merupakan bentuk pembelaan atas hak konstitusionalnya.

Mereka bukan hanya menolak tambang ilegal, tapi juga menuntut perlindungan atas ruang hidup, keamanan, dan warisan alam bagi generasi mendatang.

Mereka pun mendesak aparat penegak hukum (APH) segera bertindak. “Kalau tidak ditindak, jangan salahkan kami akan turun aksi ke Polres bahkan ke Bupati,” pungkas YL mewakili suara ibu-ibu Keranggan.

Konflik ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah dan aparat terkait, bahwa pembiaran terhadap tambang ilegal bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menyulut konflik horizontal di tengah masyarakat. Ketegasan negara dalam menindak pelaku tambang ilegal adalah kunci menjaga ketertiban dan keadilan sosial. (KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed