Bayar Fee ke “Bagong”, Tambang Ilegal di Toboali Tak Tersentuh Hukum

Detikbabel.com, Bangka Selatan — Aktivitas tambang timah ilegal di pesisir pantai Payak Ubi, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, terus berlangsung tanpa hambatan. Kamis (24/4/2025)

Alih-alih takut terhadap hukum, para pemilik dan penambang justru semakin berani, seolah kebal terhadap aturan.

Ironisnya, masyarakat nelayan yang selama ini menggantungkan hidup dari hasil laut, hanya bisa meratapi nasib karena wilayah perairan mereka kini dipenuhi oleh ponton-ponton tambang, seperti Ponton Isap Produksi (PIP) dan TI Tungau.

Informasi yang diperoleh dari narasumber menyebutkan bahwa aktivitas ini diduga kuat dikoordinir oleh seorang bernama Bani alias Bagong.

Ia disebut-sebut sebagai pengurus utama yang mengatur perizinan tambang ilegal dengan sistem fee atau setoran bagi setiap penambang yang ingin beroperasi.

Menurut rumor yang beredar, aktivitas ini dikabarkan dibekingi oleh seorang oknum anggota TNI berinisial MG dari Kodim Bangka Selatan.

Namun, saat Tim Jejaring Media KBO Babel meminta konfirmasi atas kabar tersebut, MG membantahnya.

“Terima kasih confirmnya. Mohon maaf, info tsb tidaklah benar. Boleh silahkan langsung ditanyakan kepada penambang atau pemilik pip di lokasi tersebut. Siapa koordinatornya, siapa yang mengijinkan mereka masuk,” jawabnya.

Narasumber lain mengatakan, “Setiap yang mau menambang wajib setor ke Bagong,” ungkap narasumber yang minta namanya dirahasiakan. Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Bagong hingga kini belum memberikan jawaban atau tanggapan.

Begitu pula dengan Kapolres Bangka Selatan yang belum memberikan klarifikasi terkait lambannya penindakan terhadap tambang timah ilegal tersebut.

Kondisi ini jelas mencederai keadilan serta mengabaikan hukum yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), setiap kegiatan pertambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dianggap ilegal. Dalam Pasal 158 UU Minerba disebutkan:

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”

Tambang timah ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghancurkan mata pencaharian nelayan lokal.

Kawasan bakau yang sebelumnya menjadi sumber kehidupan kini rusak akibat sedimentasi dan polusi dari limbah tambang.

Hutan mangrove yang menjadi pelindung pesisir dari abrasi dan tempat pembesaran ikan, kini terancam punah.

Masyarakat pun merasa frustrasi karena tidak tahu harus mengadu ke mana. Upaya untuk menyuarakan aspirasi dan meminta perlindungan sering kali kandas tanpa tanggapan.

Kondisi ini memperlihatkan adanya ketimpangan hukum yang tajam, di mana para pemodal besar dan beking kuat bisa beroperasi bebas, sementara rakyat kecil hanya bisa menunggu nasib.

Tim investigasi media akan terus menelusuri dan mengonfirmasi pihak-pihak terkait agar hukum tetap ditegakkan.

Negara tidak boleh kalah dengan praktik ilegal yang merugikan masyarakat dan merusak lingkungan.

Ketegasan aparat penegak hukum menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik dan menegakkan keadilan di negeri ini. (Mung Harsanto/KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed