DETIKBABEL.COM, Bangka Tengah – Sebuah operasi gabungan di Desa Nadi, Kecamatan Perlang, Kabupaten Bangka Tengah, menjadi babak baru dalam perang melawan tambang timah ilegal. Kamis (02/10/2025).
Tim gabungan yang terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejari Bangka Tengah, Polres Bangka Tengah, Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, PT Timah Tbk, hingga aparat desa, berhasil membongkar sebuah **bunker rahasia bawah tanah** yang diduga kuat milik **Buyung**, tangan kanan Aon alias Tamron — tokoh sentral jaringan tambang ilegal di wilayah ini.
Di balik lahan kosong yang tampak biasa, tersimpan ruang bawah tanah luas berisi puluhan karung pasir timah berkualitas tinggi.
Penemuan ini bukan sekadar penindakan rutin, melainkan sebuah **indikasi kuat bahwa jaringan tambang ilegal telah naik level**: lebih sistematis, lebih rapih, dan lebih sulit dilacak.
Modus Baru: Bunker Bawah Tanah
Sumber di lapangan menggambarkan betapa licinnya modus baru ini.
“Lokasinya kelihatan biasa saja, seperti tanah kosong. Tapi begitu digali, muncul ruang besar di bawah tanah, penuh karung pasir timah,” ujar seorang petugas.
Sistem bunker ini jelas didesain untuk mengelabui aparat penegak hukum. Tidak ada tanda-tanda aktivitas di permukaan. Tidak ada gudang mencolok.
Bahkan warga sekitar pun tidak menyangka bahwa tanah kosong itu menyembunyikan puluhan ton hasil tambang ilegal.
Cara ini menunjukkan bahwa pelaku tambang ilegal tidak lagi bermain sembarangan.
Mereka sudah mengadopsi pola kerja yang lebih mirip sindikat kejahatan terorganisir.
Hasil tambang tidak lagi ditumpuk di rumah-rumah warga atau gudang kecil yang mudah disisir aparat, melainkan disembunyikan jauh di bawah tanah.
Aon dan Buyung: Duet Tangan Besi Tambang Ilegal
Nama *Aon alias Tamron* sudah lama beredar sebagai dalang tambang ilegal di Bangka Tengah.
Namun, selama ini ia kerap sulit disentuh karena struktur jaringan yang ia bangun sangat rapi.
Buyung, orang kepercayaan Aon, diduga mengelola rantai distribusi dari lapangan hingga kolektor.
Bunker yang terbongkar di Desa Nadi ini diduga bagian dari skema besar penyimpanan sebelum pasir timah dialirkan ke pasar gelap.
Dari sini, barang biasanya diputar melalui jaringan kolektor hingga keluar daerah, bahkan bisa menembus ekspor ilegal.
Penemuan bunker ini sekaligus menjadi sinyal bahwa Buyung bukan sekadar pemain kelas kampung.
Ia menjalankan peran strategis, mengawal operasi tambang liar, sekaligus mengamankan hasil curian dari IUP resmi milik PT Timah Tbk.
Lintas Instansi Bergerak
Operasi pembongkaran bunker ini melibatkan banyak pihak sekaligus. Dari kejaksaan hingga kepolisian, dari pemerintah daerah hingga PT Timah, semua turun tangan.
Kehadiran banyak institusi sekaligus ini menjadi **pesan keras bahwa negara tidak main-main** dalam menindak para mafia timah.
Kerja sama lintas instansi ini juga mematahkan stigma bahwa aparat kerap berjalan sendiri-sendiri dan mudah kecolongan.
Dengan sinergi ini, peluang jaringan ilegal untuk lolos semakin tipis.
Namun, publik tentu menunggu konsistensi. Apakah kasus ini benar-benar akan membuka pintu menuju pengungkapan jaringan besar, atau berhenti pada level lapangan tanpa menyentuh aktor besar?
Dampak Sosial dan Lingkungan
Selain kerugian negara akibat hilangnya potensi pajak dan royalti, tambang ilegal telah lama menimbulkan luka lingkungan.
Kawasan hutan dan lahan produktif di Bangka Tengah berubah menjadi kubangan. Air sungai tercemar.
Warga kehilangan sumber penghidupan jangka panjang.
Bunker bawah tanah ini menjadi bukti tambahan betapa brutalnya jaringan tambang ilegal.
Mereka bukan hanya mencuri sumber daya, tetapi juga merusak lingkungan demi keuntungan cepat. Dan dengan sistem penyimpanan tersembunyi ini, aktivitas mereka semakin sulit terlacak, sehingga kerusakan lingkungan bisa berlangsung lebih lama tanpa terdeteksi.
Kolektor Ilegal Masih Berkeliaran
Meski bunker Buyung terbongkar, persoalan tambang ilegal tidak berhenti di situ. Ada desakan kuat agar aparat juga menindak tegas *kolektor-kolektor ilegal* yang menjadi perantara utama distribusi pasir timah.
Nama *Pandi*, kolektor asal Bangka Barat, disebut-sebut masih aktif membeli pasir timah dari tambang liar.
Selama kolektor seperti Pandi dibiarkan beroperasi, rantai bisnis ilegal tidak akan pernah putus. Penambang liar tetap punya pasar, sementara sindikat besar tetap menikmati keuntungan.
Karena itu, penindakan tidak boleh berhenti pada bunker atau penambang kecil.
Rantai distribusi yang menghubungkan penambang, kolektor, hingga bandar besar harus diputus.
Pukulan Telak, atau Sekadar Gertakan?
Pertanyaan besar kini menggantung: apakah pengungkapan bunker ini menjadi *pukulan telak* bagi jaringan Aon dan kawan-kawan, atau sekadar gertakan sementara?
Sejarah penanganan tambang ilegal di Babel sering menunjukkan pola yang sama: sesaat aparat bergerak, para pemain besar tiarap.
Setelah situasi reda, aktivitas kembali berjalan dengan modus baru.
Karena itu, publik mendesak agar kasus bunker ini tidak hanya berhenti pada pencitraan.
Harus ada **proses hukum yang jelas, transparan, dan tuntas**. Buyung harus diproses sebagai otak jaringan, bukan sekadar “pemain lapangan”.
Aon harus diseret ke meja hijau, bukan sekadar disebut-sebut tanpa langkah nyata.
Harapan untuk Babel
Penemuan bunker rahasia di Desa Nadi bisa menjadi momentum penting.
Jika ditangani serius, kasus ini bisa membuka tabir mafia timah yang selama ini seperti kebal hukum. Dengan sinergi lintas instansi, peluang untuk memutus rantai mafia semakin terbuka.
Masyarakat Bangka Belitung tentu menaruh harapan besar. Sumber daya alam timah seharusnya menjadi penopang kesejahteraan, bukan justru menjadi sumber kerusakan dan kesenjangan.
Jika negara benar-benar hadir, maka bunker Buyung tidak akan menjadi cerita tunggal, melainkan **awal dari runtuhnya kerajaan tambang ilegal di Bangka Tengah**. (Joy/KBO Babel)