Oleh : Muhammad M Said, Guru Besar Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan IKA LEMHANNAS RI
DETIKBABEL.COM, Jakarta – Mekkah, pada dasarnya, merupakan wilayah tandus dan gersang yang miskin dengan sumber daya alam sehingga tidak diperhitungkan sebagai kategori wilayah strategis secara geografis maupun ekonomi. Namun, tidak satupun di antara manusia yang menyangka bahwa lembah sunyi itu kelak akan menjadi episentrum ekonomi spiritual yang mengubah wajah peradaban dunia. Senin (09/06/2025)-
Dari asset spiritual, Air Zamzam telah menjelma menjadi episentrum ekonomi Mekkah—pusat dari seluruh aktivitas yang menyatukan spiritualitas dan perputaran ekonomi lintas negara; menarik jutaan jamaah haji dan umrah setiap tahun, menggerakkan sektor perhotelan, transportasi, retail, logistik dan menjadi ikon utama ekonomi spiritual yang memperkuat Mekkah sebagai kota peradaban Islam.
Metamorfosis dari lembah sunyi menjadi kota peradaban metropolis bermula dari dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS untuk meninggalkan istrinya, Siti Hajar, dan putra mereka, Ismail, di tengah padang pasir yang sunyi. Saat persediaan air habis, Siti Hajar melakukan ikhtiar besar—berlari antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali demi menyelamatkan putranya. Dalam situasi penuh kepasrahan dan usaha maksimal itu, Allah menganugerahkan mata air Zamzam, sebagai bentuk rahmat dan jawaban atas perjuangan. Kini, Air Zamzam bukan sekadar kisah keajaiban, melainkan juga sumber kekuatan ekonomi dan spiritual yang strategis. Air Zamzam dalam lanskap ekonomi Mekkah dan dunia Islam memiliki beberapa peran sang signifikan.
Pertama, Air Zamzam menjadi starting point transformasi sosial-ekonomi Mekkah. Mekkah hanyalah lembah tandus tanpa daya tarik. Namun, dengan hadirnya air sebagai kebutuhan dasar, kota ini berubah menjadi layak huni, dan kafilah dagang menjadikan Mekkah sebagai titik persinggahan strategis, dan jalur perdagangan antara Yaman dan Syam mulai hidup.
Kedua, Air Zamzam menjadi simbol ekonomi spiritual dalam Islam. Nilai suatu barang– dalam ekonomi Islam– tidak hanya dinilai dari kelangkaan dan fungsi fisiknya, tetapi juga dari nilai spiritual dan simbolik. Artinya, Air Zamzam dipercaya membawa berkah, doa, dan kesembuhan juga melahirkan nilai ekonomi tinggi melalui permintaan tinggi dari jamaah haji dan umrah, industri pengemasan dan distribusi air suci, perdagangan oleh-oleh religius, dengan air Zamzam sebagai ikon utama. Air Zamzam, meskipun tidak diperjual belikan secara langsung, menggerakkan industri pendukung seperti logistik, pengemasan, transportasi, hingga sektor jasa ziarah. Daya gerak air zamzam ini menjadi kekuatan ekonomi spiritual—sesuatu yang sakral menggerakkan ekonomi riil.
Ketiga, Air Zamzam berkontribusi terhadap ekonomi makro melalui sektor Haji dan Umrah. Jutaan jamaah haji dan umrah yang datang dari berbagai penjuru dunia (fajjin ‘amiq) ke Mekkah hampir semuanya berinteraksi dengan sumur Zamzam. Interaksi ini memberikan dampak ekonomi berganda (multiplier effect) dalam sektor industri perhotelan, makanan, dan transportasi meningkat drastis, aktivitas ekonomi musiman muncul secara intensif selama musim haji, kebutuhan tenaga kerja lokal dan migran mengalami lonjakan tajam. Arab Saudi mencatat pendapatan tahunan dari sektor haji dan umrah sebesar USD 32–45 miliar. Angka ini diestimasi akan terus mengalami kenaikan seiring target 30 juta jamaah umrah pada tahun 2030. Sektor ini potensial dijadikan pilar diversifikasi ekonomi Saudi, mengurangi ketergantungan pada sektor minyak.
Keempat, Pemerintah Saudi Mengelola Zamzam dengan Prinsip Keberlanjutan dan Modernisasi. Menyadari potensi strategis Air Zamzam, pemerintah Saudi membangun King Abdullah bin Abdulaziz Zamzam Water Project, yang mengelola air ini secara modern dan higienis dengan menggunakan filtrasi dan distribusi tertutup, pengemasan profesional di pusat resmi, dikelola dengan prinsip konservasi air dan keberlanjutan. Hal ini mencerminkan bahwa sumber daya spiritual pun dapat dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen modern dan berkelanjutan, sejalan dengan nilai-nilai maqashid syariah.
Kelima, Refleksi Etika Ekonomi Islam: Ikhtiar, Doa, dan Keberkahan. Kisah Air Zamzam tidak hanya mengandung aspek ekonomi, tetapi juga menyiratkan nilai moral dan spiritual dalam ekonomi Islam. Siti Hajar adalah simbol keteguhan, ikhtiar, dan tawakal, yang kemudian dijawab oleh Tuhan dengan berkah abadi. Ekonomi yang sehat bukan hanya ditopang oleh angka dan data, tapi oleh niat, integritas, dan keberkahan. Elemen niat, integritas, dan keberkahan sangat urgen untuk pemecahan krisis ekonomi moderen yang kering harmoni antara usaha manusia dan nilai spiritual. Keberhasilan sejati adalah ketika ekonomi memberi manfaat luas dan adil, bukan sekadar akumulasi kekayaan.
Keenam, Air Zamzam sebagai Simbol Persatuan Global dan Peradaban Islam. Setiap jamaah, tanpa memandang negara, ras, atau kelas sosial, meminum air Zamzam dari sumber yang sama. Ini menjadi simbol persatuan, equality before God, dan persaudaraan universal. Maka, Air Zamzam bukan hanya menyatukan umat secara spiritual, tapi juga menyatukan mereka dalam arus ekonomi dan mobilitas sosial global yang Islami.
Epilog: Zamzam Denyut Ekonomi-Spiritual Islam
Air Zamzam, yang dahulu muncul dari jeritan doa seorang ibu di padang pasir, kini mengalir sebagai nadi kehidupan spiritual dan ekonomi dunia Islam. Ia bukan sekadar air, tapi aset peradaban, energi berkah, dan sumber daya masa depan. Selama dikelola dengan adil, modern, dan bernilai maqashid, Air Zamzam akan terus menjadi energi positif yang menggerakkan kesejahteraan umat secara global—dari hati spiritual Mekkah hingga denyut ekonomi dunia. (redaksi)