Detikbabel.com, Bangka — Dugaan penolakan layanan ambulans oleh pihak RSUD Sjafrie Rachman di Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka, memantik reaksi keras dari Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Maryam. Ia menilai, peristiwa tersebut merupakan sinyal lemahnya pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) dan komitmen kemanusiaan dalam sistem layanan kesehatan daerah. Minggu (26/10/2025).
Kasus ini berawal dari insiden kecelakaan lalu lintas yang menimpa Agus dan Rosmala, warga Desa Puding Besar. Keduanya dikabarkan tidak segera mendapatkan fasilitas ambulans dari RSUD Sjafrie Rachman untuk dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki peralatan lebih lengkap.
Maryam yang ditemui awak media, Minggu (26/10/2025), menyatakan bahwa hal tersebut tak bisa dianggap remeh.
“Ini persoalan kemanusiaan, bukan sekadar administrasi rumah sakit. Kalau fasilitas ambulans tersedia, kenapa pasien harus menunggu dan dipersulit? Itu yang harus dijelaskan pihak manajemen,” ujarnya dengan nada tajam.
Politisi yang membidangi urusan kesehatan ini mengingatkan, pelayanan darurat tidak boleh dihambat oleh alasan teknis atau birokrasi. Rumah sakit, kata dia, memiliki kewajiban hukum untuk memfasilitasi pasien dalam kondisi gawat, termasuk menyiapkan rujukan dan transportasi medis yang memadai.
“Rumah sakit dilarang menolak pasien dalam keadaan darurat. Itu jelas diatur dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Menolak memberikan ambulans atau surat rujukan sama saja dengan menghambat penanganan medis dan berpotensi melanggar etik profesi,” tegas Maryam.
Ia juga menilai, kejadian ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap manajemen RSUD Sjafrie Rachman.
“Kita sudah berkali-kali mengingatkan agar rumah sakit, baik negeri maupun swasta, memperbaiki SOP pelayanan. Jangan sampai masyarakat yang jadi korban akibat kelalaian sistem,” tambahnya.
Maryam meminta Pemerintah Provinsi Babel tidak tinggal diam. Menurutnya, meskipun RSUD Sjafrie Rachman berada di bawah kewenangan kabupaten, tanggung jawab pengawasan mutu layanan tetap menjadi bagian dari fungsi provinsi.
“Provinsi harus turun tangan. Pengawasan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Kalau hal seperti ini dibiarkan, kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan akan runtuh,” tutupnya dengan nada tegas. (Red/*)






