Praduga Tak Bersalah Dilanggar, Nikos Tuntut Pemulihan Nama Baik

Advertisements
Advertisements

DETIKBABEL.COM, Pangkalpinang – Nama baik adalah hak asasi yang dijamin konstitusi. Namun, dalam kasus press release resmi Humas Polres Bangka Barat terkait dugaan pemerasan, hak itu justru dipertaruhkan. Dalam rilis yang disebarkan Agustus 2025 lalu, nama Nikos tercantum dalam kronologi perkara. Ironisnya, status tersangka hanya ditetapkan pada satu orang, yakni Sukarto alias Toto.

Penyebutan nama Nikos tanpa status hukum yang jelas menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa nama seseorang bisa masuk dalam dokumen resmi jika tidak ada penetapan tersangka? Praktik ini dianggap melanggar asas praduga tak bersalah sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Nikos pun merasa dicoreng. Dalam hak jawabnya, ia menegaskan:

*“Saya tidak pernah terlibat tindak pidana pemerasan. Tetapi nama saya muncul dalam press release resmi. Dampaknya, saya kehilangan kepercayaan dari kolega, lingkungan, bahkan keluarga besar ikut mempertanyakan,”* ujarnya, Selasa (2/9/2025).

Kerugian yang dialami Nikos bukan sekadar citra pribadi. Ia kehilangan peluang kerja sama bisnis, dijauhi lingkungan, hingga mendapat tekanan sosial. Keluarganya pun ikut menanggung beban. Orang tuanya menahan rasa malu di kampung halaman, istrinya terhimpit cibiran sekitar, sementara anak-anaknya menghadapi stigma di sekolah karena sang ayah disebut dalam kasus pidana.

*“Reputasi saya jatuh, keluarga saya menderita. Ini bukan hal kecil, ini menyangkut harga diri dan martabat kami,”* tegasnya.

Lebih jauh, nama Nikos juga ikut tercantum dalam pemberitaan sejumlah media online, termasuk kbobabel.com. Saat diklarifikasi, penanggungjawab media jejaring KBO Babel, Rikky Fermana, menegaskan pihaknya hanya memuat informasi resmi dari Humas Polres Bangka Barat.

*“Kami mendapat rilis yang sama dengan media lain. Nama Nikos memang tertulis dalam kronologi yang dibagikan pihak Humas,”* jelasnya.

Namun, situasi menjadi semakin janggal ketika Nikos meminta penjelasan langsung kepada Kasat Reskrim Polres Bangka Barat. Jawaban yang diterima justru membingungkan. Pihak Reskrim mengaku tidak pernah mengeluarkan bahan rilis maupun mengonfirmasi penyebutan nama Nikos. Padahal, faktanya, rilis memang keluar dari Humas Polres Bangka Barat dan beredar luas di kalangan media.

Kondisi ini memunculkan dugaan adanya miskomunikasi internal di tubuh Polres Bangka Barat yang justru merugikan nama baik seseorang. Hingga kini, Kapolres Bangka Barat, AKBP Pradan Aditya Nugraha, juga belum memberikan keterangan resmi.

Secara hukum, Nikos memiliki dasar kuat untuk menuntut ganti rugi. Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan: *“Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”* Dengan demikian, institusi kepolisian yang menerbitkan rilis resmi dapat dimintai pertanggungjawaban.

Caption: Ilustrasi (Ai)

Jenis ganti rugi yang bisa dituntut Nikos meliputi:

 

* **Materiil**: kerugian bisnis, kontrak, maupun reputasi usaha yang hilang. Besarannya bisa ditaksir hingga ratusan juta rupiah di pengadilan.

* **Immateriil**: tekanan psikologis, stigma sosial, serta kerugian reputasi yang dialami Nikos beserta keluarga.

* **Pemulihan nama baik**: permintaan maaf terbuka, klarifikasi resmi, dan ralat pemberitaan di media.

 

Langkah Hukum Nikos

Menghadapi kondisi ini, Nikos telah menyiapkan beberapa langkah hukum, antara lain:

 

1. Mengajukan hak jawab dan klarifikasi kepada Polres Bangka Barat serta media yang memberitakan.

2. Melapor ke Propam Polri bila terbukti ada kelalaian prosedur dari Humas Polres.

3. Menggugat secara perdata untuk menuntut ganti rugi serta pemulihan nama baik.

4. Jika terbukti ada unsur kesengajaan, menempuh jalur pidana dengan dasar Pasal 310–311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

 

Kasus ini pun memicu reaksi publik. Sebagian menilai langkah Humas Polres Bangka Barat gegabah dan berpotensi menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum. Penyebutan nama tanpa status hukum jelas dianggap preseden buruk, karena siapa pun bisa terseret tanpa dasar kuat.

Nikos menutup keterangannya dengan tegas:

*“Saya akan menempuh jalur hukum bila tidak ada klarifikasi resmi. Membersihkan nama baik bukan sekadar pilihan, tetapi keharusan.”* (KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *