Penyelundupan Timah dari Belitung ke Bangka Dibekingi Seragam Loreng, Negara Diminta Bertindak

Advertisements
Advertisements

DETIKBABEL.COM, (JAKARTA) – Gelombang kecurigaan publik atas praktik penyelundupan timah dari Pulau Belitung ke Pulau Bangka kian membesar, terutama setelah Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI), *Rahmad Sukendar*, mengeluarkan pernyataan keras. Rabu (6/8/2025).

Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh tunduk kepada para mafia tambang, terutama yang dilindungi oleh oknum aparat dan memiliki hubungan dengan lingkaran kekuasaan.

Ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa. Ini sudah menjadi ancaman sistemik terhadap kedaulatan negara, lingkungan, dan kepercayaan publik,” kata Rahmad tegas, Selasa (6/8/2025).

Pihaknya mencatat dalam satu bulan terakhir saja, terdapat lebih dari 10 kasus penyelundupan timah yang berhasil melenggang tanpa hambatan.

Praktik ini diduga kuat dilakukan secara terstruktur dan mendapat perlindungan dari oknum berbaju loreng, alias aparat berseragam, yang seharusnya menjadi garda terdepan penegakan hukum.

Bahkan ada informasi bahwa timah-timah selundupan itu dikirim ke smelter yang diduga dimiliki keluarga istana,” ungkap Rahmad, tanpa merinci identitas yang dimaksud.

 

Penyelundupan Terbuka di Pelabuhan Sadai

Pagi hari Rabu (6/8/2025) sekitar pukul 06.45 WIB, belasan truk pengangkut pasir timah ilegal tiba di Pelabuhan Sadai, Bangka Selatan, setelah menyeberang dari Pelabuhan Tanjung Ru, Belitung.

Proses kedatangan truk-truk ini terpantau disaksikan langsung oleh masyarakat dan tampak adanya keterlibatan dua oknum aparat yang menaiki kapal ferry saat sandar.

Mereka memberi kesan bahwa pengiriman ini dilakukan secara “resmi” dan terorganisir.

Menurut informasi yang dihimpun dari pelabuhan, truk-truk tersebut diberangkatkan pada malam hari, Selasa (5/8/2025).

Awalnya, mereka sempat tertahan karena pemeriksaan internal, namun akhirnya tetap dilepas. Hal ini memunculkan dugaan pembiaran dan intervensi dari oknum kekuasaan.

Ini seperti sandiwara yang diulang terus. Ditahan sebentar, lalu dilepas. Seolah-olah hukum hanya formalitas,” kata Oktoris Chandra alias Cacan, tokoh masyarakat Belitung.

Cacan mengaku menyaksikan langsung proses pemuatan truk ke kapal. Ia bahkan telah menyurati Kasatreskrim dan pihak Kejaksaan Negeri setempat sebagai bentuk laporan resmi.

Kami warga tidak ingin tanah kami jadi sarang mafia timah. Jangan jadikan daerah ini zona bebas penyelundupan yang dilindungi oknum aparat,” ujarnya.

 

Keterlibatan Jaringan Smelter dan Keluarga Kekuasaan?

Rahmad Sukendar dalam pernyataannya juga menyoroti indikasi keterkaitan antara smelter penerima timah dan jaringan bisnis keluarga elite nasional.

Ia menyebut nama PT Mitra Stania Prima (MSP) sebagai salah satu perusahaan yang dikaitkan dengan Hasyim Djojohadikusumo, adik dari Presiden RI, Prabowo Subianto.

Jika benar timah dari praktik ilegal ini mengalir ke smelter tersebut, ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan ekonomi dan lingkungan yang luar biasa besar,” ujarnya.

Dugaan ini menjadi bom waktu yang dapat mengganggu legitimasi pemerintah, apalagi jika tidak ditindak secara terbuka dan menyeluruh.

Sampai berita ini diturunkan, Supervisor ASDP Tanjung Ru, Sukisman, belum memberikan klarifikasi meskipun sudah dihubungi.

Diamnya pejabat pelabuhan ini semakin memperkuat kecurigaan adanya keterlibatan atau minimal pembiaran terhadap praktik terlarang tersebut.

 

Negara Diminta Hadir

Masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan tokoh adat daerah meminta agar Presiden dan Panglima TNI tidak tinggal diam.

Mereka mendesak agar aparat penegak hukum, termasuk KPK dan Mabes TNI, melakukan penyelidikan tuntas terhadap oknum-oknum yang terlibat, dari tingkat lapangan hingga pemilik smelter.

Kita tidak boleh membiarkan kelompok tertentu menggarong kekayaan alam negeri ini hanya karena mereka punya akses ke kekuasaan. Negara harus hadir dan tegas!” seru Rahmad Sukendar.

Ia juga mengingatkan bahwa jika kasus ini tidak diusut hingga tuntas, maka akan muncul preseden buruk: bahwa hukum tak berlaku bagi mereka yang dekat dengan kekuasaan, dan ini akan menjadi luka bagi demokrasi serta penegakan hukum di Indonesia.

Kasus penyelundupan timah dari Belitung ke Bangka bukan hanya soal pelanggaran sumber daya alam. Ini menyangkut wibawa negara, integritas hukum, dan nasib lingkungan hidup.

Ketika aparat menjadi tameng bagi mafia tambang, maka yang jadi korban bukan hanya tanah dan laut, tapi juga kepercayaan rakyat pada negerinya sendiri.

Negara harus segera menentukan sikap: berpihak pada hukum atau pada para pembegal sumber daya. (Suherman/KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *