Pembohongan Terhadap Publik Dapat Dipidana dan di Atur Dalam Undang Undang
DETIKBABEL.COM,PARIT TIGA(JEBUS) –Asuy Thiam Hin telah memberikan suatu pernyataan ke salah satu media online pada hari Kamis 23/05/2024 dengan judul”Polsek Jebus Bantah Lakukan Pembiaran Judi togel”,dalam isi pemberitaan tersebut Asuy Thiam Hin memberikan suatu keterangan Bohong dan atau pernyataan yang dianggap adalah suatu pembohongan terhadap publik.Jum’at(24/05/2024)
Adapun pernyataan dari Asuy Thiam hin yang dianggap sebagai pembohongan terhadap publik;
1.Dengan tegas membantah jika dirinya disebut sebagai pengedar judi jenis togel.
2. kakak perempuannya sedang memegang kertas, dirinya menduga jika itu adalah kertas daftar belanjaan pelanggan yang hendak berbelanja di toko miliknya.
3.Ada foto kakak perempuan saya pegang kertas, itu bukan orang beli togel, tapi saya tebak itu daftar belanjaan pelanggan.
4.kakak perempuan saya itu buta huruf bang.
5.Daftar belanjaan itu nanti keponakan atau anak saya yang bacakan.
Pernyataan no 2 tidak bisa menduga duga ,bahwa kertas daftar belanjaan pelanggan,pelanggan yang mana yang dimaksud dan itu jelas kertas togel dari nara sumber,jika dinyatakan buta huruf benar tapi kertas tersebut bukan lah huruf melainkan angka,jadi tidak buta angka,hanya buta huruf(hanya ini yang benar tapi bukan kejujuran),jelas suatu pembohongan publik yang telah dilakukan oleh Asuy Thiam Hin.

Redaksi detikbabel.com(sudarsono)sengaja mengirim video yang telah di edit sebagai suatu pembuktian terbalik(video lengkap akan ditampilkan jika diperlukan pihak polda babel)karena yakin pasti akan ada pernyataan klarifikasi atau pun sanggahan dari Asuy Thiam Hin maupun pihak dari polsek jebus yang dipertanyakan Mekanisme prosedur penggeledahan dan pencarian alat bukti yang akan saya bahas pada pemberitaan yang berbeda.
Mengeluarkan pernyataan di hadapan pers dan media yang mengakui bahwa dirinya adalah bukan pelaku tindak pidana (Judi togel), Adapun yang diatur dalam KUHP mengenai salinannya adalah jika salinan itu dilakukan bersamaan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Pada dasarnya, mengatakan berbohong bukanlah suatu tindakan pidana. Sepanjang, tidak ada satupun pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang menyatakan bahwa seseorang yang berkata berbohong dapat dijerat pidana.
Tindak pidana secara singkat berarti setiap perbuatan yang dapat dikenakan pidana, karena melanggar atau melanggar peraturan hukum pidana.
Jika demikian anggapan seperti itu, menjadi pertanyaan hukumnya, apakah pemberitahuan publik itu merupakan tindak pidana?
Masyarakat umum terutama yang sering membuat pernyataan sebagai ungkapan mengecewakan/kemarahan terhadap suatu informasi publik yang meragukan kebenarannya karena sikap pesimis/apatis mereka, lalu kemudian menganggapnya sebagai ringkasan publik.
Lain halnya jika ringkasan itu dibarengi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Misalnya dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya. Tindak pidana ini dikenal dengan nama penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP :
“Barang siapa yang mempunyai tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian konflik, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan hutang, diancam karena kejahatan dengan hukuman penjara paling lama empat tahun.”
Jadi jelas unsur yang terkandung dalam pasal ini adalah ringkasan atau kata-kata bohong dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum. Sedangkan dalam penjelasan publik tidak terdapat unsur penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP.
Dalam UU No. 1 Tahun 1946 terkait peraturan hukum pidana Pasal 14 menyatakan. “Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.”
“(2). Barang siapa yang menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat berpikir bahwa berita atau pemberitahuan itu bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”
Sementara Pasal 15 berbunyi. “Barang siapa yang menyebarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan dia mengerti setidak-tidaknya patut dapat berspekulasi, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya dua tahun.”
Hukum memiliki pemahaman yang luas. Bisa diartikan sebagai suatu perintah, larangan dan sanksi.
Ada juga yang menganggap hukum sebagai segala sesuatu yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan. Bahkan kebiasaan hidup atau adat istiadat juga dapat diartikan sebagai hukum kebiasan/tidak tertulis.
Hal itu karena hukum dalam optiknya dapat menggunakan berbagai variabel atau pendekatan dalam melihat suatu masalah dan pemecahannya.
Pasal 263 subs Pasal 266 tentang keterangan tidak benar (pemalsuan umum dan berkualifikasi), dan Pasal 242 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keterangan palsu di bawah sumpah bersifat umum dan di muka persidangan dalam perkara pidana.
Semua di atas bermaksud memberi makna hukum bahwa ada unsur pidana berupa denda. Perlu diketahui, dalam KUH Pidana Indonesia tidak ada pasal yang mengatur regulasi publik.
Namun kata ringkasan dalam KUH Pidana diformulasikan sebagai rumusan unsur-unsur pidana sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal di atas.
Berkenan dengan hal itu, maka untuk menjawab tantangan pembatasan KUH Pidana tentang pasal penutupan publik, adalah dengan lahirnya UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Yang kemudian telah diubah dengan UU No. 19 tahun 2016 tentang Perubaham Atas UU ITE No 11 Tahun 2008.
Dalam UU ITE, pada Pasal 28 ayat (1), mengatur mengenai setiap orang tanpa hak dilarang menyebarkan berita bohong dan bersepeda yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Memberikan Berita bohong di muka umum atau pembohongan publik selain dilarang dalam UU ITE, juga terdapat sanksi pidananya sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (2) UU ITE. Sanksi yang diatur adalah pidana penjara selama 6 tahun dan/atau denda sebesar 1 miliar rupiah.
Apalagi jika berita yang dibohongi di masyarakat telah beredar dan menimbulkan keonaran (kegaduhan) yang sifatnya meluas dan massal. Maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan persetujuan hukum sebagai akibat dari pembohongan kepada publik,UU ITE telah mengatur secara jelas dan tegas mengenai perbuatan tersebut dan ketentuan sanksi pidananya.(Penulis:Sudarsono)