Kode Etik Dilanggar? Wakil Ketua PN Sungailiat Ucapkan Kata Tak Pantas ke Jaksa

Advertisements
Advertisements

DETIKBABEL.COM, Bangka – Suasana ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Sungailiat mendadak tegang pada Selasa sore (23/09/2025). Bukan karena perdebatan yuridis dalam perkara kecelakaan lalu lintas dengan terdakwa berinisial *Lp*, melainkan lantaran perilaku tak pantas yang ditunjukkan Ketua Majelis Hakim, PH, yang juga menjabat Wakil Ketua PN Sungailiat. Rabu (24/9/20259) .

Di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) RN dan pengunjung sidang, PH melontarkan ucapan kasar, “laptop katanya, tai semua,” usai menanyakan kesiapan tuntutan yang akan dibacakan penuntut umum.

Kalimat ini sontak membuat ruang sidang gaduh, bahkan memunculkan pertanyaan serius mengenai etika seorang hakim yang dikenal publik sebagai “wakil Tuhan di dunia.”

 

Kronologi Ketegangan

Informasi yang dihimpun Jejaring Media KBO Babel, sidang tersebut dijadwalkan pukul 15.00 WIB di ruang 3 PN Sungailiat dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa *Lp*.

Saat membuka sidang, PH menanyakan kesiapan surat tuntutan kepada JPU RN. Pertanyaan itu dijawab dengan lugas oleh RN: “sudah siap majelis.”

Namun ketika PH meminta file softcopy tuntutan dikirim sebelum pembacaan, RN menjelaskan bahwa pengiriman akan dilakukan setelah tuntutan selesai dibacakan di persidangan. Mendengar jawaban itu, PH lantas menunda sidang.

Sadar situasi bisa menghambat jalannya proses, RN langsung menginstruksikan staf pidana umum (Pidum) Kejari Bangka, Hz, untuk segera mengirim file softcopy tuntutan kepada majelis hakim.

Saat Hz menyebut bahwa berkas tuntutan ada di laptop, PH justru merespons dengan kalimat kasar, “laptop katanya, tai semua.”

Ucapan ini bukan hanya terdengar jelas oleh JPU, tetapi juga disaksikan dua hakim anggota, Tr dan Al, kuasa hukum terdakwa, terdakwa sendiri, serta sejumlah pengunjung sidang.

 

Reaksi Jaksa Penuntut Umum

Konfirmasi langsung kepada RN membenarkan kejadian tersebut. Dengan nada kecewa, ia menyatakan ucapan hakim PH telah mencederai martabat institusi penuntut umum.

Pertanyaannya, apakah pantas pejabat negara, seorang hakim, atau wakil Tuhan mengeluarkan kata-kata seperti itu? Laptop katanya, tai semua, dengan nada tinggi, di hadapan pengunjung sidang,” ujarnya.

RN menilai pernyataan tersebut bukan sekadar emosi sesaat, melainkan bentuk pelecehan verbal terhadap aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugas negara.

Kami ini hadir di ruang sidang bukan untuk dipermalukan. Apalagi oleh hakim yang seharusnya menjunjung tinggi kehormatan peradilan,” tegasnya.

Caption: para JPU saat melaporkan perbuatan majelis hakim kepada pihak PN Sungailiat

Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

Perilaku hakim PH tersebut menimbulkan sorotan tajam. Sebab, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang diatur Mahkamah Agung dengan jelas menuntut hakim untuk menjaga sikap santun, berwibawa, serta menjunjung tinggi kehormatan peradilan.

Dalam Pasal 5 ayat (2) KEPPH ditegaskan bahwa hakim wajib berperilaku sopan, sabar, dan menjaga tata tutur dalam persidangan.

Sedangkan Pasal 6 mengharuskan hakim menegakkan integritas, kejujuran, serta menghindari tindakan yang merendahkan martabat peradilan.

Ucapan kasar yang keluar dari mulut seorang Wakil Ketua PN jelas berpotensi melanggar prinsip dasar ini.

Lebih jauh, tindakan tersebut bisa menjadi pintu masuk bagi Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pemeriksaan etik.

Pernyataan seperti itu bisa digolongkan sebagai perilaku tidak pantas yang mencoreng wibawa peradilan. Hakim harus sadar, setiap kata dan tindakannya di ruang sidang akan tercatat dalam ingatan publik,” ujar seorang pemerhati hukum di Bangka, yang meminta namanya tak ditulis.

 

Publik Menanti Respons PN Sungailiat

Hingga kini, pihak PN Sungailiat belum memberikan keterangan resmi. Wartawan yang mencoba menghubungi pejabat terkait masih belum memperoleh jawaban.

Sikap diam ini justru mempertebal kekecewaan publik yang menuntut akuntabilitas lembaga peradilan.

Kemarahan publik bukan tanpa alasan. Hakim dipandang sebagai simbol terakhir pencari keadilan.

Ketika hakim justru melontarkan kata-kata kasar, kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan bisa runtuh.

Kasus ini menjadi ujian serius bagi PN Sungailiat maupun Mahkamah Agung. Apakah peristiwa ini hanya dianggap “kelalaian kecil” atau benar-benar ditindak sebagai pelanggaran etik berat yang mencoreng martabat lembaga?

Yang jelas, insiden “laptop, tai semua” ini tidak bisa dianggap remeh. Di era transparansi, perilaku hakim yang arogan dan kasar di ruang sidang berpotensi viral dan menimbulkan krisis kepercayaan publik.

 

Catatan Kritis

Hakim adalah simbol keadilan. Mulut seorang hakim semestinya hanya melahirkan kata-kata bermartabat, bukan umpatan kasar.

Jika seorang hakim saja gagal mengendalikan emosi dan tutur kata, bagaimana publik bisa berharap putusannya lahir dari nurani dan kejernihan hati?

Ke depan, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung wajib menaruh perhatian lebih pada perilaku aparat peradilan di daerah.

Setiap perilaku tidak pantas, sekecil apapun, akan menjadi noda besar di mata masyarakat. Karena sekali hakim kehilangan wibawa, maka seluruh bangunan keadilan bisa runtuh. (Juli Ramadhani/KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *