Jejak Digital Seragam Hijau: PRT, Oknum Kodim Diduga Koordinir Tambang Ilegal Teluk Inggris

Advertisements
Advertisements

Detikbabel.com, Bangka Barat — Dugaan keterlibatan oknum aparat dalam aktivitas tambang timah ilegal kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Kepulauan Bangka Belitung.
Seorang prajurit aktif berinisial PRT, yang disebut-sebut berasal dari satuan Kodim di wilayah Bangka Barat, diduga kuat mengatur jalannya penambangan ilegal di perairan Teluk Inggris, Kecamatan Mentok. Minggu (19/10/2025).

Informasi yang dihimpun tim investigasi menunjukkan, PRT bukan sekadar mengetahui, tetapi berperan aktif sebagai koordinator lapangan yang mengatur jadwal penambangan dan aliran dana “uang koordinasi” dari para penambang.

Dugaan itu bukan tanpa dasar. Sejumlah bukti percakapan WhatsApp dan transfer digital menunjukkan keterlibatan langsung sang oknum. Dalam salah satu tangkapan layar pada 11 September 2025, pukul 21.59 WIB, PRT menulis:

“Gas dak kep mlm ni anak buah lah berakat (berangkat-red) ke laut.”

Pesan itu dibalas oleh kontak lain:

“Gasslah tapi gelombang besak.”

Isi percakapan itu memperkuat dugaan bahwa PRT memberikan “lampu hijau” bagi operasi tambang malam hari.
Dua hari kemudian, 13 September 2025, muncul pesan lain berbunyi:

“Kep ade lah ni duit kor berek dg Febrih oh,”

yang diduga sebagai instruksi penyetoran uang koordinasi.

Aliran dana itu juga terkonfirmasi melalui bukti transfer aplikasi DANA pada 7 Oktober 2025, senilai Rp200.000, dikirim kepada akun bernama Supriyadi. Nomor rekening digital tersebut identik dengan nomor yang sebelumnya dikirim oleh PRT dalam percakapan:

“Tuh nomor dana e… Di tf bae kak dana yg untul kordi.”

Selain soal uang, percakapan juga menyinggung hasil tambang. Salah satu pesan berbunyi:

“Kep dapat 38 keong lum beres gawe dak lame bayak bagi e kep.”

Kalimat itu mengindikasikan adanya sistem bagi hasil antara penambang dan sang oknum.

Padahal, aktivitas tambang ilegal jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158, yang menegaskan:

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

Lebih jauh, keterlibatan anggota militer aktif juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 39 huruf a, yang menyebut:

“Prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis, politik praktis, dan kegiatan lain di luar tugas militer.”

Jika benar terbukti, maka PRT tak hanya melanggar disiplin militer, tetapi juga mencederai kehormatan institusi TNI yang dipercaya rakyat menjaga kedaulatan negara.

Warga dan nelayan Teluk Inggris telah lama mengeluhkan aktivitas tambang ilegal di kawasan itu karena merusak ekosistem laut, mencemari air, serta mengganggu jalur tangkap ikan.
Beberapa kali dilakukan penertiban, namun kegiatan serupa selalu kembali hidup—seolah memiliki payung perlindungan dari pihak tertentu.

Ironisnya, ketika wartawan jejaring KBO Babel mencoba mengonfirmasi temuan ini, nomor kontak milik PRT justru memblokir komunikasi, menutup ruang klarifikasi dan hak jawab.

Publik kini menanti langkah tegas dari Kodam dan Pomdam untuk menyelidiki kasus ini secara transparan.
Apabila dugaan tersebut benar, penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Sebab, tak ada alasan bagi aparat negara untuk melindungi kejahatan yang merusak lingkungan dan mencoreng kehormatan seragam TNI. (Red/*)