Detikbabel.com, Pangkalpinang — Aroma busuk dari proyek pembangunan pagar Daerah Keamanan Terbatas (DKT) sisi udara lanjutan Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, mulai tercium tajam. Proyek milik PT Angkasa Pura II tahun anggaran 2023 itu tidak hanya dipersoalkan dalam proses lelangnya, tetapi juga diduga kuat menyimpan praktik wanprestasi yang diselesaikan secara “diam-diam” oleh oknum internal perusahaan. Sabtu (7/6/2025).
Edi Irawan, sosok yang menyuarakan kejanggalan proyek ini, menyampaikan pengakuan mengejutkan. Ia didatangi seorang staf Angkasa Pura II berinisial AND, yang membawa uang sebesar Rp85 juta untuk menyelesaikan sengketa antara Edi dan kontraktor pelaksana, PT Genamo Top International.
Namun, bukan soal nominal yang membuatnya geram—melainkan asal uang yang disebut berasal dari “patungan orang dalam” Angkasa Pura, bukan dari pihak kontraktor.
“Saya tolak uang itu. Bukan hanya karena sumbernya mencurigakan, tapi karena disertai syarat yang tak masuk akal: saya harus minta maaf karena dianggap membuat gaduh lewat pemberitaan,” ujar Edi lantang saat diwawancarai awak media, Selasa (3/6).
Lebih lanjut, Edi menilai tawaran uang ini adalah bentuk “suap tutup mulut” yang dilakukan secara sistematis agar persoalan tak melebar ke publik.
“Saya tidak pernah berniat gaduh. Saya hanya ingin hak saya diselesaikan dan Angkasa Pura harus transparan. Ini uang negara, bukan milik pribadi,” tegasnya.
Tim media mencoba mengonfirmasi pengakuan tersebut dengan menemui AND di kantor Angkasa Pura II. Namun AND memilih bungkam dan melempar tanggung jawab ke atasan.
“Saya tidak punya kewenangan menjawab itu. Silakan ke pimpinan kami,” elaknya sambil menolak memberi klarifikasi soal penyerahan uang yang disebut Edi.
Respons AND yang tertutup semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang ingin disembunyikan dalam proyek ini. Skema penyelesaian nonformal, tekanan terhadap pelapor, hingga dugaan keterlibatan internal perusahaan, menuntut penyelidikan lebih dalam oleh penegak hukum.
Kini publik menanti: apakah manajemen PT Angkasa Pura II akan memilih transparansi atau terus menutupi borok ini dengan uang dan tekanan? (Red/*)