Mafia Solar di Bangka Barat: Nelayan Sulit Dapat BBM, Aparat Dinilai Tutup Mata

Advertisements
Advertisements

DETIKBABEL.COM, Bangka Barat – Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar kembali menjadi sorotan publik di Kabupaten Bangka Barat. Praktik ilegal ini diduga terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) dengan nomor 26.333.32 yang terletak di Kundi, Kecamatan Simpang Teritip. Senin (1/9/2025).

Kejadian tersebut bahkan terekam kamera pada Sabtu (30/8/2025) dini hari sekitar pukul 05.00 WIB.

Dalam rekaman terlihat dua mobil sedang melakukan pengisian solar subsidi di SPBN itu. Satu mobil pickup bernomor polisi BN 8624 RL dan satu unit minibus jenis Isuzu Panther dengan nopol BN 8296 BR, keduanya terparkir di depan nosel pengisian.

Tak hanya itu, deretan jerigen juga tampak sudah tersusun, seolah siap diisi penuh solar bersubsidi.

SPBN yang diketahui milik seorang pengusaha bernama Akiong ini disebut-sebut dikelola oleh seseorang yang akrab disapa Junai.

Dari keterangan seorang warga berinisial SA, yang sehari-hari berprofesi sebagai nelayan di Desa Kundi, kelangkaan solar kerap mereka rasakan karena adanya praktik penyelewengan oleh mafia BBM.

Nelayan sering kesulitan dapat solar. Sementara kami tahu ada pihak-pihak yang bisa mengisi sampai 2 sampai 3 drum sekaligus. Solar itu kemudian dijual lagi ke luar dengan harga lebih mahal. Ini jelas merugikan kami,” keluh SA.

SA menambahkan, masyarakat sudah berulang kali melaporkan dugaan penyalahgunaan tersebut ke aparat penegak hukum, khususnya Polsek Simpang Teritip.

Namun, hingga kini belum ada langkah tegas untuk menghentikan praktik tersebut. Kondisi ini membuat keresahan semakin memuncak, terutama di kalangan nelayan yang sangat bergantung pada solar subsidi untuk melaut.

Secara hukum, praktik penyalahgunaan BBM subsidi bukanlah perkara sepele.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dengan tegas mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimal 6 tahun serta denda hingga Rp60 miliar.

Regulasi ini jelas untuk melindungi hak masyarakat kecil yang menjadi target utama penerima subsidi.

Namun ironisnya, penegakan aturan di lapangan kerap dianggap lemah. Mafia solar justru semakin berani beroperasi terang-terangan, bahkan pada jam-jam rawan seperti subuh dan malam hari.

Sementara itu, nelayan kecil yang seharusnya mendapatkan prioritas sering kali pulang dengan tangan kosong karena stok habis lebih dulu terserap permainan oknum.

Fenomena ini menunjukkan adanya indikasi kuat praktik mafia yang mengakar.

Jika dibiarkan, bukan hanya merugikan negara dari sisi subsidi, tetapi juga mematikan perekonomian nelayan yang menggantungkan hidup dari laut.

Hingga berita ini diterbitkan, tim media jejaring KBO Babel masih berupaya menghubungi pihak pengelola SPBN, baik Akiong selaku pemilik maupun Junai sebagai pengurus lapangan, guna memperoleh klarifikasi dan perimbangan informasi.

Publik tentu berharap aparat penegak hukum segera turun tangan dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat, agar hak nelayan sebagai penerima manfaat BBM subsidi benar-benar terlindungi. (KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *